Permainan Congklak sebagai Media Pembelajaran Berbasis Ethnomatematika untuk Membangun Konsep Perkalian dan Pembagian pada Siswa Sekolah Dasar
Era modern saat ini, ketika digitalisasi berkembang begitu cepat dan anak-anak sudah akrab dengan teknologi sejak usia dini, menuntut adanya penyesuaian dalam pendekatan pembelajaran. Meskipun demikian, nilai-nilai pembelajaran kontekstual yang berakar dari pengalaman langsung, seperti melalui permainan tradisional, tetap penting untuk dipertahankan. Pembelajaran matematika di kelas rendah menjadi landasan utama bagi perkembangan kemampuan berpikir logis dan keterampilan berhitung siswa. Namun, faktanya masih banyak siswa yang kesulitan memahami konsep abstrak karena proses belajar sering dilakukan dengan cara konvensional yang monoton (Widiana., 2022). Situasi ini membuat siswa kurang termotivasi dan mudah merasa bosan saat berhadapan dengan angka-angka yang terasa jauh dari pengalaman nyata mereka. Padahal, dibutuhkan pendekatan yang konkret, menyenangkan, serta dekat dengan kehidupan sehari-hari agar matematika dapat lebih mudah dipahami. Konteks inilah yang menjadikan permainan tradisional seperti congklak sebagai alternatif media pembelajaran yang relevan. Keistimewaan congklak tidak hanya terletak pada kekayaan nilai budayanya, tetapi juga pada potensinya untuk diintegrasikan dalam proses pembelajaran, khususnya matematika. Mekanisme permainan yang menuntut pemain untuk menghitung, membagi, dan mengumpulkan biji dapat menjadi jembatan bagi siswa dalam memahami konsep dasar operasi hitung, terutama perkalian dan pembagian. Pandangan ini sejalan dengan penelitian yang menegaskan bahwa penggunaan media konkret berperan penting dalam meningkatkan minat sekaligus prestasi belajar siswa, karena membuat proses belajar lebih menarik, interaktif, dan membantu siswa memahami konsep abstrak secara lebih nyata (Andarsa et al., 2025).
Permainan congklak juga berperan dalam mengembangkan berbagai aspek kemampuan anak. Dari sisi psikomotor, permainan ini melatih keterampilan motorik halus; dari aspek emosional, membantu anak belajar bersabar dan teliti; dari aspek kognitif, mengasah kemampuan berpikir analitis serta menyusun strategi; dan dari aspek sosial, mendorong anak untuk berinteraksi dan bekerja sama dengan teman bermain. Selain itu, congklak juga menumbuhkan jiwa sportivitas. Secara keseluruhan, permainan ini bermanfaat untuk melatih kemampuan menyusun strategi, menumbuhkan sikap jujur dan sportif, serta menjadi sarana menyenangkan untuk melepas penat (Sahrunayanti et al., 2023).
Gambar 1. Anak Bermain Congklak
(Sumber: https://happyplayindonesia.com/)
Wilayah Jawa mengenal congklak dengan sebutan dakon dan menjadikannya salah satu permainan tradisional Indonesia yang dimainkan oleh dua orang menggunakan papan berbentuk panjang. Papan congklak memiliki 16 lubang, terdiri atas 14 lubang kecil yang tersusun berhadapan dan 2 lubang besar di setiap ujung papan. Lubang-lubang kecil berfungsi untuk menampung biji yang dipindahkan selama permainan berlangsung, sedangkan lubang besar digunakan sebagai tempat menyimpan hasil akhir. Biasanya, papan congklak dibuat dari bahan kayu atau plastik, sementara bijinya dapat berupa kerang, batu kecil, biji-bijian, kelereng, atau plastik. Dalam beberapa versi permainan, wadah juga bisa dibuat dari cangkang kerang atau batok kelapa, sedangkan bijinya sering kali menggunakan batu kecil atau biji-bijian dari tumbuh-tumbuhan jika bahan lain tidak tersedia (Prasetyo & Hardjono., 2020).
Gambar 2. Papan Congklak
(Sumber: https://www.indoindians.com/)
Asal-usul permainan congklak hingga kini masih diperdebatkan para sejarawan. Ada yang berpendapat bahwa permainan ini berasal dari kawasan Timur Tengah atau Afrika, lalu masuk ke Asia Tenggara melalui jalur perdagangan pada masa lampau. Permainan congklak pernah dimainkan oleh para gadis dari kalangan bangsawan Jawa. Besar kemungkinan permainan ini dikenal oleh kaum bangsawan melalui para pedagang asing yang banyak berhubungan dengan golongan atas pada masa itu. Seiring berjalannya waktu, congklak tidak hanya terbatas di kalangan bangsawan saja, melainkan juga menyebar dan menjadi permainan yang digemari masyarakat luas. Congklak lebih sering dimainkan oleh anak perempuan, remaja putri, hingga kaum ibu sebagai hiburan di waktu senggang. Karena itu, permainan ini kerap dianggap sebagai “permainan perempuan”. Meski begitu, di beberapa tempat tertentu congklak juga dimainkan oleh laki-laki, baik anak-anak maupun orang dewasa (Living in Indonesia, a Site for Expatriates, n.d.).
Nilai budaya yang terkandung dalam permainan tradisional seperti congklak ternyata menyimpan potensi besar untuk digunakan sebagai media pembelajaran di lingkungan sekolah, terutama dalam mata pelajaran matematika. Keunggulan congklak sebagai media pembelajaran tampak jelas pada implementasinya di kelas-kelas rendah, khususnya ketika mengajarkan konsep perkalian dan pembagian. Hal ini dimungkinkan karena cara bermain congklak yang secara natural menghadirkan kegiatan menghitung, membagi, dan mengelompokkan biji-biji ke dalam lubang-lubang papan permainan. Melalui pendekatan ini, congklak dapat menjadi wahana pembelajaran yang bersifat kontekstual, memberikan pengalaman belajar yang konkret, sekaligus menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan bermakna bagi para siswa.
Pembelajaran perkalian dapat menggunakan congklak untuk memperkenalkan konsep penjumlahan berulang kepada siswa. Sebagai contoh, saat siswa mengambil 4 biji congklak dan menempatkannya satu per satu ke dalam lubang-lubang secara berurutan, guru dapat membimbing siswa untuk menyadari bahwa proses tersebut pada dasarnya merupakan operasi penjumlahan 1 + 1 + 1 + 1 = 4. Pemahaman ini dapat dikembangkan lebih lanjut ketika siswa menempatkan jumlah biji yang sama ke dalam beberapa lubang. Dalam situasi seperti ini, siswa akan dapat memahami konsep perkalian, seperti ketika memasukkan 2 biji ke dalam 3 lubang berbeda, yang dapat direpresentasikan sebagai 2 × 3 = 6.
Materi pembagian juga dapat dijelaskan melalui congklak sebagai proses membagi suatu jumlah ke dalam kelompok-kelompok yang berukuran sama. Guru dapat memberikan instruksi kepada siswa untuk mengambil sejumlah biji tertentu, misalnya 12 biji, kemudian membagikannya secara merata ke dalam 4 lubang. Melalui aktivitas praktis ini, siswa akan dapat memahami secara konkret bahwa hasil dari 12 dibagi 4 adalah 3, karena setiap lubang akan berisi 3 biji.
Permainan tradisional seperti congklak dalam pembelajaran matematika memberikan manfaat bagi perkembangan kognitif maupun afektif siswa. Melalui congklak, siswa dapat memahami konsep perkalian dan pembagian yang abstrak dengan cara yang lebih nyata, yakni melalui kegiatan menghitung, membagi, dan mengelompokkan biji secara langsung. Bagi guru, congklak dapat menjadi pilihan media pembelajaran yang kreatif dan relevan dengan kehidupan sehari-hari, sejalan dengan pendekatan contextual teaching and learning yang menekankan pentingnya menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman nyata siswa.
Pengintegrasian congklak dalam pembelajaran matematika di kelas rendah bertujuan untuk menciptakan proses pembelajaran yang lebih bermakna dengan menerapkan pendekatan yang kontekstual dan menyenangkan bagi siswa. Secara lebih rinci, tujuan ini meliputi: (1) membantu siswa memahami konsep dasar perkalian dan pembagian melalui penggunaan media konkret; (2) meningkatkan motivasi serta minat belajar matematika dengan menciptakan suasana belajar yang interaktif; (3) menumbuhkan kesadaran akan pentingnya melestarikan permainan tradisional sebagai bagian dari warisan budaya bangsa; dan (4) memberikan pengalaman belajar yang tidak hanya berfokus pada pencapaian akademis, tetapi juga mendukung pembentukan karakter, seperti kerja sama, ketekunan, dan kejujuran.
Penggunaan permainan tradisional seperti congklak dalam pembelajaran matematika bukan hanya menjadi strategi mengajar yang kreatif, tetapi juga bentuk nyata pelestarian budaya bangsa di tengah derasnya pengaruh modernisasi. Dengan mengintegrasikan congklak, siswa dapat memahami konsep perkalian dan pembagian secara lebih konkret, mudah, dan menyenangkan, sekaligus merasakan pengalaman belajar yang kontekstual, interaktif, dan penuh makna. Selain menguatkan pemahaman akademis, pembelajaran berbasis congklak juga menanamkan nilai-nilai penting seperti ketekunan dan kejujuran yang sangat berpengaruh dalam pembentukan karakter anak. Oleh karena itu, congklak dapat dilihat sebagai media pembelajaran yang utuh, yang tidak hanya mengembangkan aspek kognitif, tetapi juga afektif dan sosial, sehingga layak diterapkan dalam pembelajaran di sekolah dasar.
Referensi
Andarsa, F. D., Fatma Pertiwi Setiawati, Adrias, A., & Syam, S. P. (2025). Pengaruh penggunaan media konkret dalam meningkatkan minat belajar peserta didik pada mata pelajaran matematika di sekolah dasar. Jurnal Inovasi Pembelajaran Matematika: PowerMathEdu, 4(2), 357–364. https://doi.org/10.31980/pme.v4i2.2587
Living in Indonesia, a Site for Expatriates. (n.d.). Congklak, A Traditional Game of Indonesia. Retrieved September 22, 2025, from https://www.expat.or.id/info/congklak.html
Prasetyo, E., & Hardjono, N. (2020). EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN PERMAINAN TRADISIONAL CONGKLAK TERHADAP MINAT BELAJAR MATEMATIKA (MTK) SISWA SEKOLAH DASAR. Jurnal Pendidikan Dasar Borneo (Judikdas Borneo), 2(1), 111–119. https://doi.org/10.35334/judikdasborneo.v2i1.1450
Sahrunayanti, S., Dema, M., & Wahyuningsih, W. (2023). Pemanfaatan Media Permainan Congklak dalam Meningkatkan Kemampuan Berhitung Siswa. Jurnal Penelitian Inovatif, 3(2), 433–446. https://doi.org/10.54082/jupin.182
Widiana, I. W. (2022). Game Based Learning dan Dampaknya terhadap Peningkatan Minat Belajar dan Pemahaman Konsep Siswa dalam Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar. https://doi.org/10.23887/jeu.v10i1.48925
Comments :