Dalam era informasi yang terus bergerak maju, Indonesia telah menunjukkan perkembangan signifikan dalam penggunaan teknologi digital. Berdasarkan pemahaman saya, data penggunaan internet di Indonesia memberikan gambaran menarik tentang bagaimana masyarakat memanfaatkan teknologi untuk berbagai keperluan. Data pada Februari 2025 menunjukkan pola penggunaan yang tidak hanya mencerminkan kebutuhan pribadi masyarakat, tetapi juga memiliki implikasi penting terhadap pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya di bidang pendidikan.

Seperti pepatah Indonesia mengatakan, “Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui” – demikian pula dengan internet yang membuka banyak kemungkinan sekaligus. Namun, memahami pola pemanfaatan teknologi digital ini merupakan langkah awal yang krusial dalam merumuskan strategi pembangunan berkelanjutan yang efektif, terutama di sektor pendidikan.

Mencari Ilmu di Lautan Digital: Perilaku Pencarian Informasi

Data menunjukkan bahwa 82,7% pengguna internet di Indonesia berusia 16 tahun ke atas menggunakan internet untuk mencari informasi. Angka ini menjadikannya sebagai alasan utama penggunaan internet. Tingginya persentase ini mengindikasikan bahwa masyarakat Indonesia memiliki rasa haus akan pengetahuan yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung SDG 4 tentang Pendidikan Berkualitas.

Dari pengalaman yang relevan, pergeseran ini mewakili transformasi fundamental dalam cara masyarakat mengakses pengetahuan. Sebelum era digital, akses ke informasi dibatasi oleh ketersediaan buku, perpustakaan, atau institusi pendidikan. Kini, praktis setiap pemilik smartphone dapat mengakses berbagai informasi dengan sekali ketuk jari.

Selain itu, data menunjukkan 62,6% pengguna internet memanfaatkannya untuk “Researching how to do things” atau mencari tahu cara melakukan sesuatu. Ini mencerminkan pertumbuhan budaya pembelajaran mandiri dan pendidikan informal yang signifikan. Fenomena ini sejalan dengan target SDG 4.7 yang mendorong akuisisi pengetahuan dan keterampilan untuk pembangunan berkelanjutan.

Konektivitas Sosial sebagai Katalisator Pembelajaran Kolaboratif

Menariknya, “Staying in touch with friends and family” (72,8%) dan “Finding new ideas or inspiration” (71,9%) menempati posisi kedua dan ketiga dalam alasan penggunaan internet. Hal ini mengindikasikan bahwa aspek sosial dan inspirasional memainkan peran penting dalam ekosistem digital Indonesia.

Terkait dengan SDGs, konektivitas sosial ini dapat menjadi fondasi untuk pembelajaran kolaboratif dan pertukaran pengetahuan lintas komunitas. Ketika kita menelaah target SDG 4.c tentang peningkatan jumlah guru berkualitas, platform digital yang menghubungkan pendidik di berbagai daerah dapat menjadi sarana efektif untuk berbagi praktik terbaik dan pengembangan profesional berkelanjutan.

Bayangkan seorang guru di pelosok Papua yang dapat berdiskusi tentang metode pengajaran dengan rekan di Jawa atau Sumatera tanpa hambatan geografis. Ini bukan lagi angan-angan, melainkan realitas yang dimungkinkan oleh tingginya tingkat konektivitas digital.

Media Digital dan Demokratisasi Pendidikan

Data media menunjukkan bahwa 97,8% pengguna internet di Indonesia mengakses media sosial, diikuti dengan penggunaan internet melalui ponsel (96,6%). Hal yang tak kalah menarik adalah tingginya konsumsi konten melalui berbagai platform, seperti TV (87,3% linear/broadcast dan 68,5% streaming), musik streaming (72,4%), dan podcast (69,7%).

Beragamnya konsumsi media ini membuka peluang untuk demokratisasi pendidikan melalui pendekatan multimodal. SDG 4.5 menekankan penghapusan disparitas gender dalam pendidikan dan memastikan akses setara ke semua tingkat pendidikan bagi kelompok rentan. Dalam konteks ini, variasi format media dapat mengakomodasi beragam gaya belajar dan preferensi.

Sebagai refleksi pribadi, kehadiran podcast pendidikan dalam bahasa Indonesia yang membahas berbagai topik, dari sains hingga literasi keuangan, menjadi contoh konkret bagaimana media digital dapat menjembatani kesenjangan akses pendidikan. Podcast tidak memerlukan kemampuan membaca yang tinggi dan dapat diakses sambil melakukan aktivitas lain, menjadikannya media yang inklusif.

Tantangan Digital Divide dalam Pencapaian SDGs

Meskipun data menunjukkan tren positif dalam penggunaan internet, masih terdapat tantangan signifikan dalam bentuk kesenjangan digital. Penggunaan internet melalui laptop, desktop, atau tablet (84,7%) yang lebih rendah dibandingkan ponsel mengindikasikan potensi keterbatasan dalam mengakses konten edukasi yang memerlukan layar lebih besar atau perangkat lebih canggih.

Bila kita hubungkan dengan target SDG 4.a tentang pembangunan fasilitas pendidikan yang inklusif, tantangan ini memerlukan perhatian khusus. Bagaimana memastikan bahwa pembelajaran digital tidak hanya terbatas pada konsumsi konten sederhana melalui ponsel, tetapi juga mencakup pengalaman belajar yang lebih komprehensif?

Penting untuk digarisbawahi bahwa hanya 38,4% pengguna internet yang memanfaatkannya untuk pengelolaan keuangan, sementara penelusuran isu kesehatan mencapai 47,8%. Kesenjangan dalam literasi digital fungsional ini dapat menjadi hambatan dalam mencapai SDG 4.4 tentang peningkatan jumlah pemuda dan orang dewasa dengan keterampilan teknis yang relevan.

Integrasi Pembelajaran Digital dalam Kebijakan Pendidikan Nasional

“Tak kenal maka tak sayang,” begitu ujar pepatah. Untuk mengoptimalkan potensi internet dalam mendukung SDGs, khususnya di bidang pendidikan, diperlukan pemahaman mendalam tentang pola penggunaan dan preferensi masyarakat.

Data menunjukkan 71,9% pengguna mencari ide dan inspirasi baru melalui internet. Ini merupakan peluang besar untuk mengintegrasikan pembelajaran kreatif dan inovatif dalam kurikulum nasional. Implementasi kebijakan pendidikan yang mengintegrasikan teknologi digital menjadi sangat relevan dengan target SDG 4.1 tentang pendidikan dasar dan menengah yang berkualitas.

Apakah sudah saatnya kita merancang kurikulum nasional yang secara eksplisit memanfaatkan pola konsumsi digital yang telah ada? Bagaimana jika sistem pendidikan kita bergerak dari model tradisional menuju blended learning yang mengakomodasi kebiasaan digital yang telah tertanam dalam keseharian?

Merajut Masa Depan Pendidikan Indonesia

Lanskap digital Indonesia menawarkan peluang luar biasa untuk mempercepat pencapaian SDGs, khususnya dalam pendidikan. Tingginya tingkat pencarian informasi, konektivitas sosial, dan konsumsi media digital merupakan fondasi potensial untuk transformasi pendidikan yang lebih inklusif, berkualitas, dan relevan.

Namun, sebagaimana analisis di atas menunjukkan, pemanfaatan optimal potensi ini memerlukan pendekatan terintegrasi yang mengatasi kesenjangan digital dan membangun literasi digital fungsional. Seperti menganyam tikar pandan, diperlukan kesabaran dan keterampilan untuk merajut setiap helai data menjadi kebijakan yang koheren dan efektif.

Di tengah pesatnya perkembangan teknologi, yang tetap tak berubah adalah esensi pendidikan sebagai pembebasan. Dalam konteks ini, internet dan ekosistem digital yang melingkupinya dapat menjadi kendaraan ampuh menuju masyarakat Indonesia yang lebih terdidik, terampil, dan berkelanjutan – sebuah visi yang tercermin dalam semangat SDGs.

Referensi

DataReportal. (2025). Digital 2025: Indonesia. Diakses dari https://datareportal.com/reports/digital-2025-indonesia?rq=indonesia