Mengapa siswa Sering Menggunakan Media Sosial, Mencari Informasi Umum di Internet, dan Mendengarkan Musik?

Ubaidah, S.Pd., M.Pd

Pada tingkat psikologis yang lebih dalam, studi kuantitatif Leung (2006) terhadap 717 anak-anak dan remaja berusia 8–18 tahun menemukan bahwa motif media sosial dan aktivitas pencarian Internet dikaitkan dengan manajemen suasana hati (seperti melalui hiburan, misalnya mendengarkan musik dan mencari informasi) dan kompensasi sosial (seperti mendapatkan pengakuan dan mempertahankan hubungan). Studi ini menemukan bahwa ini adalah strategi koping yang mengurangi stres dan kecemasan untuk sementara, di mana (a) Internet dapat memberikan berita dan informasi lain tentang dunia untuk membantu mereka merasa kurang kesepian, kurang tegang dan lebih santai dan (b) semakin banyak anak-anak dan remaja dapat mengakses dukungan sosial tingkat tinggi, baik online maupun offline, semakin sedikit mereka menemukan peristiwa kehidupan yang membuat stres dan mengganggu. Komunitas dukungan sosial termasuk keluarga dan kerabat, teman, teman sekelas atau rekan kerja dan komunitas online lainnya dan kelompok pendukung.

Fakta bahwa anak muda suka bersosialisasi secara online menggunakan media sosial seperti Facebook atau aplikasi pesan instan seperti WhatsApp , Snapchat dan Instagram membuat para pendidik bertanya-tanya apakah akan menggunakan teknologi ini dalam pengajaran mereka dan pembelajaran siswa. Seperti penggunaan teknologi pendidikan lainnya, pertanyaannya tetap: apa tujuannya dan apakah penggunaan media social akan meningkatkan pembelajaran.

Di perguruan tinggi, pendidik memiliki akses ke media sosial internal seperti forum diskusi, wikipedia dan blog yang ada dalam LMS institusi. kelompok usia mahasiswa sarjana atau pascasarjana yang lebih tua,  pendidik juga dapat mengatur media sosial untuk tujuan pendidikan, seperti Twitter atau Facebook. Di tingkat sekolah, semakin banyak sekolah yang menggunakan LMS seperti Moodle dan Edmodo, penggunaan alat media sosial tertanam yang dilindungi tersedia untuk guru kelas. Namun guru sekolah lebih berhati-hati dalam menggunakan media social. Guru  percaya bahwa partisipasi di media sosial dapat meningkatkan pengalaman pendidikan siswa mereka. Dengan memahami manfaat, tantangan, dan risiko yang ditawarkan media sosial kepada siswa dalam pembelajaran mereka, pendidik akan memiliki pemahaman yang lebih baik tentang peserta didik di kelas mereka dan membuat penilaian yang tepat untuk menggunakan (atau tidak menggunakan) media sosial sebagai bagian dari pedagogik mereka.

Yang harus ditingkatkan dalam  memanfaatkan media social untuk belajar yaitu:

  1. Lingkungan belajar yang berpusat pada siswa, interaktif dan otentik. Karena lingkungan media sosial adalah “alami” dan akrab bagi sebagian besar siswa, pendidik dapat menjangkau kaum muda dengan cara mereka sendiri saat mereka bekerja di lingkungan otentik yang sangat mereka kenal. Belajar di lingkungan ini adalah asli dan menghubungkan pembelajaran di kelas dengan situasi dunia nyata, membuatnya lebih relevan dan memotivasi. Pembelajaran aktif dimana interaksi dengan pendidik dan teman sebaya meningkatkan pengalaman belajar, terutama di luar kelas di mana umpan balik dan tanggapan terhadap diskusi dan pertanyaan dapat dilakukan dengan cepat.
  2. Kesempatan untuk mengekspresikan diri dan berpikiran komunitas. Partisipasi media sosial, misalnya, dalam komunitas online yang melibatkan orang-orang dari berbagai latar belakang akan memperluas pandangan siswa tentang dirinya sendiri, komunitas yang lebih luas, dan dunia.
  3. Mengembangkan komunikasi dan keterampilan hidup lainnya. Siswa mempelajari keterampilan komunikasi yang sesuai untuk berbagai konteks, misalnya, penggunaan singkatan dan emotikon dengan lingkaran dalam teman dan keluarga tetapi perlu mengekspresikan diri secara lebih formal ketika berkomunikasi dengan orang yang hubungannya kurang menutup. Pembelajaran di ruang media sosial juga memungkinkan pengembangan kecakapan hidup seperti rasa hormat, kepekaan dan kesabaran saat berkomunikasi dengan orang lain di ruang tersebut.
  4. Mengembangkan literasi digital. Penggunaan situs media sosial untuk komunikasi, pembelajaran, dan pembuatan konten mendorong perkembangan literasi digital. Keterampilan ini bersifat tambahan dan dapat ditransfer di berbagai konteks pembelajaran dan situasi kehidupan, misalnya, ke tempat kerja di masa depan.

Dengan meningkatnya kesempatan untuk belajar yang datang dengan media sosial, ada peningkatan tantangan dan risiko:

  1. Ekuitas . Merangkul media sosial untuk menjembatani pembelajaran formal dan informal berarti akses ke teknologi dan situs dan aplikasi media sosial harus adil. Lembaga pendidikan perlu memastikan bahwa para siswa ini tidak dirugikan sebagai akibat dari meningkatnya penggunaan teknologi dalam mendukung pembelajaran formal. Di tingkat sekolah, persetujuan dari orang tua siswa usia sekolah untuk menggunakan media sosial mungkin juga diperlukan. Di tingkat perguruan tinggi, mahasiswa harus memiliki hak untuk memilih apakah akan berpartisipasi atau tidak dalam situs jejaring sosial yang dibuat oleh dosennya. Untuk mahasiswa yang memilih untuk tidak berpartisipasi dalam situs jejaring sosial online komersial, alternatif cara komunikasi dan akses ke dosen misalnya melalui email perlu ditawarkan. Dosen perlu bernegosiasi dengan mahasiswanya terkait penggunaan media sosial.
  2. Kehidupan pribadi Vs. Profesional. Pengajaran dan pembelajaran melalui situs media sosial berarti bahwa akses ke pendidik dan teman sebaya selalu ada untuk siswa. Akan ada kebutuhan untuk bernegosiasi antara pendidik dan siswanya untuk mencapai pemahaman yang sama tentang tujuan penggunaan media sosial dalam kursus dan menyepakati seperangkat pedoman tentang bagaimana pendidik dan siswanya harus berperilaku. menggunakan teknologi. Untuk pendidik dan siswa, ada kebutuhan untuk membedakan antara kehidupan pribadi/rumah dan kehidupan profesional/belajar karena kontak terbuka 24 jam tidak dapat dipertahankan
  3. Etika Online. Cara siswa berkomunikasi secara online di situs media sosial akan bervariasi sesuai dengan kelompok jaringan yang mereka ajak berkomunikasi. Berkomunikasi secara sosial dengan keluarga dan teman “lingkaran dalam” sering kali bersifat santai dan disingkat. Dalam konteks pendidikan, pendidik perlu menetapkan parameter untuk memandu proses komunikasi misalnya siswa bersikap sopan satu sama lain dan sejauh mana penggunaan bahasa yang disingkat. Kesadaran akan fakta bahwa konvensi bahasa tubuh yang ada dalam interaksi tatap muka tidak ada di situs media sosial akan mengurangi peluang untuk miskomunikasi dan kesalahpahaman. Dalam menggunakan aplikasi media sosial komersial yang dapat dilihat oleh publik, siswa perlu disadarkan kepada khalayak publik dan tidak boleh memposting informasi yang dapat diidentifikasi tanpa izin.
  4. Kesehatan dan kesejahteraan — gangguan, kecanduan, dan penindasan didunia maya. Masalah yang dihadapi anak-anak dan remaja karena kerentanan mereka terhadap tekanan teman sebaya dan regulasi diri yang terbatas adalah cyberbullying dan kecanduan interne. Risiko adanya  intimidasi yang terjadi di situs media sosial yang dipantau guru untuk pembelajaran menajdi rendah, tetap penting untuk melindungi keselamatan siswa dengan memastikan bahwa tidak ada perilaku intimidasi yang meluas dari media sosial lain serta di lingkungan sekolah.
  5. Jejak digital — masalah privasi dan hak cipta. Hampir setiap interaksi yang dilakukan secara online meninggalkan jejak digital, yaitu catatan berkelanjutan dari aktivitas berbasis web. Terdapat risiko bahwa kaum muda, terutama siswa usia sekolah dasar dan menengah, mereka berbagi banyak informasi tentang diri mereka sendiri di situs jejaring sosial (Barnes, 2006). Hal ini terjadi karena kurangnya pemahaman tentang masalah privasi dan cara kerja Internet. Risiko jangka panjangnya adalah (a) reputasi individu ternoda dan masa depan dapat terpengaruh oleh jejak digitalnya (misalnya calon pemberi kerja yang memeriksanya) dan (b) individu tersebut dapat menjadi sasaran predator. Perlindungan online anak-anak dan remaja menjadi tanggung jawab orang tua, tetapi “pendidikan remaja dan orang tua mereka terhadap masalah privasi yang berkembang akan memerlukan upaya pendidikan yang melibatkan sekolah, organisasi jejaring sosial dan lembaga pemerintah.