Literasi Digital: Elemen Menyeluruh untuk Kesuksesan Integrasi Teknologi 

Ubaidah, S.Pd., M.Pd 

Literasi Digital merupakan sebuah kesadaran, sikap, dan kemampuan individu untuk secara tepat menggunakan alat dan fasilitas digital dalam mengidentifikasi, mengakses, mengelola, mengintegrasikan, mengevaluasi, menganalisis, dan mensintesis sumber daya digital, membangun pengetahuan baru, membuat ekspresi media, dan berkomunikasi dengan orang lain, dalam konteks situasi kehidupan tertentu, untuk memungkinkan tindakan sosial yang konstruktif. European Information Society (Martin, 2005). Literasi digital sebagai kemampuan kognitif, teknis dan sosial-emosional yang terintegrasi dari seorang individu untuk secara kompeten menggunakan teknologi digital di berbagai konteks kehidupannya. 

Dalam konteks literasi digital, istilah keterampilan berkaitan dengan kemampuan yang diperoleh melalui pelatihan atau pendidikan formal. Sedangkan kompetensi diartikan sebagai kemampuan yang dibutuhkan untuk menerapkan keterampilan dan pengatahuan untuk menyelesaikan sesuatu secara efektif. Sebagai contoh, seseorang mungkin ahli secara teknis dalam membuat halaman web tetapi untuk tugas membuat materi instruksional berbasis disiplin untuk siswa dapat saja gagal karena kurangnya pemahaman mengenai bagaimana minat siswa dalam belajar dan juga kurangnya pengetahuan mengenai disiplin. 

Kerangka literasi digital memiliki 3 dimensi utama yakni teknik (keterampilan teknis dan fungsional), kognitif (kemampuan berpikir kritis, dan analitis), dan yang terakhir adalah sosial-emosional (keterampilan menjaga komunikasi, sosial dan etika dalam menggunakan teknologi digital). Berikut gambaran dari 3 dimensi kerangka literasi: 

Gambar 3. Dimensi Kerangka Literasi 

Dalam literasi digital juga dikenal istilah literasi digital seluler, istilah ini berkaitan dengan penggunaan perangkat dalam kebutuhan teknologi. Adapun sikap yang perlu diperhatikan dalam literasi digital seluler meliputi: 

  • Mengetahui tentang perangkat yang digunakan pelajar  
  • Mengembangkan keterampilan teknis  
  • Memilih alat/aplikasi yang tepat untuk mengembangkan pemikiran dan pemahaman pelajar 
  • Menganalisis data secara kritis (baik informasi maupun data percakapan) yang diterima  
  • Menjaga etika dalam bersosialisasi di komunitas online 

Sikap yang perlu dikembangkan untuk menggunakan teknologi digital adalah sebagai berikut: 

  1. Pengetahuan tentang teknis dan fungsional dari perangkat penunjang teknologi digital 
  2. Mampu memecahkan masalah dengan menggunakan teknologi digital 
  3. Mampu mengiperasikan fitur-fitur aplikasi secara memadai 

Perilaku-perilaku di atas merupakan unsur dalam tanggap teknologi digital atau melek digital. Tindakan tersebut secara teknis berarti mengetahui dan mampu menggunakan teknologi secara tepat untuk menyelesaikan permasalahan atau dalam meningkatkan performa kerja. Contohnya: menemukan elemen antarmuka pengguna yang sering digunakan, yaitu isyarat yang mendefinisikan interaktivitas seperti menu, ukuran, menyeret, menggulir, menggunakan bilah geser, dan daftar yang dapat dilipat. Individu yang melek digital memanfaatkan beberapa fitur untuk tujuan multitasking dan memahami tentang tab dan hubungannya dengan konten. Dia dapat mengatur dan menggunakan alat komunikasi/jejaring sosial, misalnya email, surat web, VOI demi menunjang kebutuhan ataupun penyelesaian masalah. Paparan di atas menunjukkan bahwa penggunaan teknologi digital secara teknis berkaitan dengan fungsionalnya dalam pemecahan masalah. Oleh karena itu penggunaan teknologi digital dalam kontek literasi digital tidak hanya berbicara mengenai hal-hal teknis semata melainkan merambah sampai pada fungsionalnya dalam kehidupan sehari-hari. Ada 3 hal yang menjadi dimensi dalam literasi digital: 

  1. Kemampuan menggunakan internet secara efektif untuk mengumpulkan informasi dan sintesis pengetahuan 
  2. Kemampuan untuk mengevaluasi dan memilih program perangkat lunak atau aplikasi  
  3. Kemampuan memahami multiliterasi 

Pengembangan keterampilan di atas merupakan kemampuan yang merambah pada aspek kognitif. Di sisi lain, individu yang dikategorikan tanggap atau memiliki literasi teknologi yang tinggi ditandai dengan keterampilan-keterampilan pengolahan sejumlah sistem atau bahkan dengan menginkatkan literasi visual. Berikut digambarkan contoh pembelajaran dalam konteks literasi digital: 

Gambar 4. Visual Artefact 

Dalam menafsirkan visual, pertanyaan Bamford (2003, p. 6) mengusulkan agar siswa dapat bertanya tentang mereka dikategorikan dan ditunjukkan di bawah ini.  

 1. Masalah  

  • Masalah apa yang ditampilkan dalam gambar? 
  • Bagaimana masalah yang ditampilkan? Apakah tampilan masalah tersebut mirip atau berbeda dengan cara pandang pada umumnya?  
  • Apakah gambar ini mungkin punya arti bagi seseorang yang melihatnya?  
  • Apa pesan dari gambar tersebut? 

2. Informasi

  • Di mana dan dari manakah informasi pada gambar tersebut berasal?  
  • Apakah ada informasi yang telah dimasukkan dan informasi apa yang ditinggalkan?  
  • Apa penyebab proporsi gambar bisa tidak akurat?  
  • Apakah informasi yang disajikan faktual/dimanipulasi/dibingkai?  
  • Apakah ada hubungan antara gambar dan teks apapun? 
  • Apakah ada pengaruh ukuran gambar di dalam gambar?   

3. Siapa

Apakah orang digambarkan dalam gambar (bahkan jika sekarang ada orang yang sebenarnya dalam gambar, budaya atau pengalaman siapa yang ditampilkan?  

  • Siapa yang menciptakan gambar dan untuk tujuan apa?  
  • Siapa audiens yang dituju untuk gambar tersebut?  
  • Sudut pandang apa yang diambil gambar?  
  1. Keyakinan 
  • Mengapa media tertentu telah dipilih?  
  • Mengapa gambar tersebut dipilih?  
  • Mengapa gambarnya diatur sedemikian rupa?  
  • Adakah informasi yang terkandung dalam gambar faktual? 
  • Perangkat apa yang telah digunakan untuk menyampaikan pesan kepada pemirsa?  
  • Bagaimana pesan tersebut disampaikan, apakah tertera dalam gambar atau tidak?  
  1. Anggapan 
  • Apa sikap yang diasumsikan?  
  • Suara siapa yang terdengar?  
  • Suara siapa yang tidak terdengar?  
  • Bagaimana pengalaman atau sudut pandang diasumsikan? 

Ada sejumlah strategi untuk membantu siswa mengembangkan literasi visual. Beberapa strategi visualisasi dan pemikiran visual untuk sekolah (Draper, 2010; Finley, 2014) dan pendidikan tinggi (Bamford, 2003; Felten, 2008; Metros & Woolsey, 2006) tercantum di bawah ini:  

  • Berpikir keras untuk menunjukkan siapa, kapan, mengapa dan bagaimana siswa memvisualisasikan saat membaca teks tetapi diadaptasi untuk “membaca” visual artifacts 
  • Pencitra yang dipandu untuk menciptakan gambaran mental saat membaca.  
  • Roda cerita untuk membantu siswa memvisualisasikan elemen cerita dan berlatih meringkas. 
  • Tanggapan artistik untuk membuat representasi artistik berdasarkan teks.  
  • Membaca foto atau gambar untuk menganalisis konten dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti bentuk objek (bisa hewan, manusia, dll.), ukuran, pengaturan, warna, posisi dan/atau konteks, arah, sudut, pencahayaan, bahasa tubuh, dan pakaian.  
  • Membaca komik untuk menganalisis konten dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti panel (untuk menunjukkan emosi), kata-kata dan gambar, karakter, sudut kamera, simbol dan pembicaraan komik (balon kata, gelembung pikiran, kotak narasi).  
  • Membuat artefak multimodal di mana keterampilan dan pengetahuan diperoleh untuk menghasilkan visual artifacts 

 

Dalam dimensi sosial-emosional literasi digital, seseorang yang melek digital mampu menggunakan Internet secara bertanggung jawab dan aman untuk berkomunikasi, bersosialisasi, dan belajar dengan mampu:  

  • Patuhi “netiket” dengan menerapkan aturan serupa untuk komunikasi tatap muka seperti rasa hormat dan penggunaan bahasa yang tepat dalam berbagai konteks untuk menghindari salah tafsir dan kesalahpahaman. Individu perlu menyadari bahwa pesan SMS singkat dan bahasa singkatnya dapat memengaruhi perkembangan dan penggunaan bahasa formal di kelas dan situasi formal.  
  • Menafsirkan nada pesan (misalnya penggunaan huruf tebal dan simbol) dengan benar. 
  • Lindungi keselamatan dan privasi diri sendiri dengan mengelola identitas dan menjaga kerahasiaan informasi pribadi dengan tidak mengungkapkan informasi lebih dari yang diperlukan.  
  • Kenali saat dia diancam dan ketahui cara menghadapinya, misalnya, apakah akan mengabaikan, melaporkan, atau menanggapi ancaman. Perlakukan bisa datang dari penipu, scammers, pencuri identitas, cyberbullies dan penguntit.  
  • Seimbangkan jumlah waktu yang dihabiskan di situs jejaring sosial dan jumlah pesan teks yang dikirim dalam mengelola biaya, memastikan bahwa ada waktu untuk melakukan hal lain dan mencegah kecanduan jejaring sosia 

Area yang berpotongan dari kerangka kerja literasi digital dalam hal ini adalah etika atau literasi etis. Literasi etis bersinggungan antara dimensi kognitif dan sosial-emosional karena pilihan yang dibuat yang menghasilkan tindakan atau pesan dapat berdampak pada kesejahteraan individu lain. Konsekuensinya juga dapat mempengaruhi individu itu sendiri. Daerah yang tumpang tindih dengan sosial-emosional dan teknis dimensi literasi digital melibatkan kemampuan untuk menavigasi melalui situs media sosial secara efektif dan menggunakan teknologi layanan ini secara bijaksana untuk interaksi sosial. Kaplan dan Haenlein (2010) telah mengidentifikasi enam jenis media sosial yang berbeda:  

  • Untuk proyek kolaboratif (mis.Wikipedia)  
  • Blog dan mikroblog (mis. Indonesia)  
  • Komunitas konten (mis. Youtube, Tanya Ilmuwan1)  
  • Situs jejaring sosial (mis. Facebook)  
  • Dunia game virtual (mis. World of Warcraft, Permainan untuk Sains, Game Matematika Keren)  
  • Dunia sosial virtual (mis.  Kehidupan kedua) 

 

Literasi etis bersinggungan antara dimensi kognitif dan sosial-emosional karena pilihan yang dibuat yang menghasilkan tindakan atau pesan dapat berdampak pada kesejahteraan individu lain. Konsekuensinya juga dapat mempengaruhi individu itu sendiri. Daerah yang tumpang tindih dengan sosial-emosional dan teknis. Dimensi literasi digital melibatkan kemampuan untuk menavigasi melalui situs media sosial secara efektif dan menggunakan teknologi layanan ini secara bijaksana untuk interaksi sosial. Kaplan dan Haenlein (2010) telah mengidentifikasi enam jenis media sosial yang berbeda:  

  1. Untuk proyek kolaboratif (misalnya: Wikipedia) 
  2. Blog dan mikroblog
  3. Komunitas konten (misalnya: Youtube) 
  4. Situs jejaring sosial (misalnya: Facebook) 
  5. Dunia game virtual (misalnya: World of Warcraft dan Permainan untuk Sains
  6. Dunia sosial virtual 

 

Sebagaimana telah dibahas sebelumnya bahwa pengembangan literasi digital terletak pada 3 dimensi kognitif, teknis, dan sosial emosional yang saling bersinergi satu sama lain. Masing-masing dari dimensi ini saling didukung oleh beragam literasi, dengan literasi kritis sebagai dasar literasi dalam pengembangan ketiga dimensi literasi digital. Literasi kritis adalah kemampuan untuk menganalisa dan mengkritisi hubungan antara teks, Bahasa, kekuatan, kelompok sosial, dan praktik sosial. 

Teks meliputi teks tertulis, gambar, audio, musik, lagu, novel, percakapan, film, dan materi multimedia lainnya. Literasi kritis terkait dengan cara melihat teks tertulis dan teks lisan, teks yang diperformasisasikan, visual, audio, dan materi multi media yang mempertanyakan perilaku, nilai, kepercayaan, sebagai fondasinya. Kementrian Pendidikan Ontario mengidentifikasi lima konsep Utama sebagai landasan untuk mengetahui kenapa literasi kritis diperlukan: 

  1. Semua teks adalah konstruksi. Apa yang tertulis adalah produk dari banyak keputusan dan banyaknya faktor penentu.  
  2. Semua teks memuat pesan kepercayaan dan nilai-nilai. 
  3. Setiap orang menginterpretasikan pesan secara berbeda-beda. 
  4. Teks menyajikan minat yang berbeda-beda. 
  5. Setiap media mengembangkan bahasanya sendiri untuk tujuan memposisikan pembaca/penontonnya dalam beragam cara. 
  6. Dapat disimpulkan bahwa dalam mengembangkan literasi kritis, keterampilan dan kemampuan yang siswa harus fokuskan adalah kemampuan untuk: 
  7. Memeriksa makna dalam teks dengan mempertimbangkan tujuan pencipta untuk teks 
  8. Memahami bahwa teks tidak netral dan mewakili pandangan pembuatnya, dan mungkin telah membungkam sudut pandang lain untuk mempengaruhi pembaca 
  9. Membuat penilaian atas kredibilitas informasi dan sumbernya 
  10. Mempertanyakan dan menantang cara-cara di mana teks-teks itu dibangun 
  11. Menganalisa kekuatan bahasa yang digunakan 
  12. Melakukan beberapa (alternatif) pembacaan teks yang sama karena orang menafsirkan dan membuat teks 
  13. Mengambil posisi informasi tentang isu-isu dengan mengklarifikasinya sola[ dam nilai-nilainy 
  14. Mengambil tindakan sosial jika ada kesempatan

Kompleksitas literasi digital dengan beragam literasi yang ada di dalamnya menjelaskan bahwa pengembangan dalam diri individu merupakan proses berkelanjutan. Martin and Grudziecki mengusulkan tiga level dalam pengembangan literasi digital. 

  1. Level pertama, kompetensi digital, merupakan bagian mendasar dalam mengembangan dan meliputi 13 proses. 
  2. Pada level penggunaan Teknologi Digital (Digial Usage Level) yang merupakan level 2, kompetensi yang dikembangkan pada level I diterapkan dalam konteks professional dan domain yang spesifik.
  3. Pada level III, level transformasi digital (The Digital Transformation Level), pengguna digital yang telah mencapai level II digarahpak dapat membawa perubahan berupa inovasi dan kreatifitas, pada level individu maupun kelompok/organisasi.