Implementasi Teori Belajar Behaviorisme dalam Pandangan Edward Thorndike
Teori Behavioristik adalah teori yang mempelajari perilaku manusia. Perspektif behavioral berfokus pada peran dari belajar dalam menjelaskan tingkah laku manusia dan terjadi melalui rangsangan berdasarkan (stimulus) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respons) hukum-hukum mekanistik. Asumsi dasar mengenai tingkah laku menurut teori ini adalah bahwa tingkah laku sepenuhnya ditentukan oleh aturan, bisa diramalkan, dan bisa ditentukan (Rahyubi, 2012). Menurut teori ini, seseorang terlibat dalam tingkah laku tertentu karena mereka telah mempelajarinya, melalui pengalaman-pengalaman terdahulu, menghubungkan tingkah laku tersebut dengan hadiah (reward). Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fisik terhadap stimulans (Muhibbinsyah, 2013).
Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat dan kecenderungan perilaku S-R (Stimulus-Respon). Teori Behavioristik mementingkan faktor lingkungan, menekankan pada faktor bagian, menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode obyektif, sifatnya mekanis dan mementingkan pengalaman anak. Adapun Tokoh-tokoh yang terkenal dalam teori ini yaitu Edward Lee Thorndike.
Edward Lee Thorndike adalah seorang psikolog terkemuka di Amerika Serikat yang menghabiskan hampir seluruh karirnya di teacher’s college, Columbia University. Teori pembelajaran Thorndike biasa dikenal dengan teori Koneksionisme (Agus, 2009). Thorndike berpendapat bahwa yang menjadi dasar belajar itu adalah asosiasi antara panca indra (Sense Impresion) dengan Implus untuk bertindak. Asosiasi yang demikian itu disebut Connection atau bond atau koneksi, hal itulah yang menjadikan lebih kuat atau lebih lemah dalam terbentuknya pembelajaran atau hilangnya kebiasaan- kebiasaan. Karena prinsipnya yang demikian itu teori Thorndike disebut dengan teori Connection Atau Bond Psychology.
Menurut Thorndike (dalam Rahyubi, 2012) terdapat beberapa cara dalam implementasinya pada pembelajaran yaitu:
- Pembelajaran dengan Cara Trial and Error.
Thorndike menyatakan pandangan bahwa tipe pembelajaran yang paling fundamental adalah pembentukan asosiasi-asosiasi (koneksi-koneksi) antara pengalaman inderawi (persepsi terhadap stimulus atau peristiwa) dan implus-implus saraf (respons-respons) yang memberikan manifestasinya dalam bentuk perilaku. Thorndike percaya bahwa pembelajaran sering terjadi melalui rangkaian eksperimen trial and error.
Thorndike mulai mempelajari dengan serangkaian eksperimen yang dilakukannya terhadap hewan. Hewan-hewan yang berada dalam situasi yang bermasalah mencoba untuk mencapai tujuanya (misalnya; mendapatkan makanan, sampai ke tempat yang dituju). Makin sering mereka membuat respons terhadap suatu stimulus, maka semakin kuat juga respons tersebut menjadi terkoneksi dengan stimulus tersebut (Muhibbinsyah, 2013).
Dalam sebuah situasi eksperimen tipikal seekor kucing ditempatkan dalam sebuah kandang. Seekor kucing dapat membuka sebuah lubang dengan menyentuh sebuah bel yang telah disetel dalam sangkar. Setelah melakukan rangkaian respons acak, kucing pada akhirnya dapat keluar dengan membuat respons yang dapat membuka pintu keluar tersebut. Setelah itu kucing ditaruh kembali dalam kandang dan diulang lagi sampai beberapa kali. Mula-mula kucing tersebut mengeong, mencakar, melompat dan berlari-larian, namun gagal membuka pintu untuk memperoleh makanan yang ada di depanya, Akhirnya entah bagaimana secara kebetulan kucing itu berhasil menekan atau menyentuh tombol yang disetting sehingga terbukalah pintu sangkar tersebut. Eksperimen ini kemudian dikenal dengan instrumental conditioning. Artinya tingkah laku yang dipelajari berfungsi sebagai instrumental (penolong) untuk mencapai hasil atau ganjaran yang dikehendaki.
Berdasarkan eksperimen di atas, thorndike menyimpulkan bahwa belajar adalah hubungan antara stimulus dan respons. Itulah sebabnya teori koneksionisme juga disebut “S-R Bond theory” dan S-R Psychology of learning”. Dari hasil penelitiannya, Thorndike menyimpulkan bahwa respon untuk keluar kandang secara bertahap diasosiasikan dengan suatu situasi yang menampilkan stimulus dalam suatu proses coba-coba (trial and error). Respon yang benar secara bertahap diperkuat melalui serangkaian proses coba-coba, sementara respon yang tidak benar melemah atau menghilang. Teori Connectionism Thorndike ini juga dikenal dengan nama “Instrumental Conditioning”, karena respon tertentu akan dipilih sebagai instrumen dalam memperoleh “reward” atau hasil yang memuaskan. Ada beberapa tahapan proses perkembangan dalam teori thorndike yaitu:
Pertama Hukum kesiapan, hukum kesiapan (Law of Readness) Menurut hukum ini, hubungan antara stimulus dan respons akan mudah terbentuk manakala ada kesiapan dari diri individu. Implikasi dari hukum ini adalah keberhasilan belajar seseorang sangat tergantung dari ada tidaknya kesiapan.
Kedua Hukum latihan, hukum latihan (Law of Exercise) Hukum ini menjelaskan kemungkinan kuat dan lemahnya hubungan stimulus dan respons. Hubungan atau koneksi antara kondisi (perangsang) dengan tindakan akan menjadi lebih kuat karena adanya latihan (law of use), dan koneksi- koneksi itu akan menjadi lemah karena latihan tidak dilanjutkan atau dihentikan (Law of Disuse). Hukum ini menunjukkan bahwa hubungan stimulus dan respons akan semakin kuat manakalah terus-menerus dilatih atau diulang, sebaliknya hubungan stimulus respons akan semakin lemah manakala tidak pernah diulang, maka akan semakin dikuasailah pelajaran tersebut.
Ketiga hukum efek (law of effect), Hukum ini menunjukkan pada kuat atau lemahnya hubungan antara stimulus dan respons tergantung pada akibat yang ditimbulkannya. Apabila respons yang diberikan seseorang mendatangkan kesenangan, maka respons tersebut akan dipertahankan atau diulang, sebaliknya, apabila respons yang diberikan mendatangkan atau diikuti oleh akibat tidak yang tidak mengenakkan, maka respons tersebut akan dihentikan dan tidak akan diulangi lagi.
keempat hukum sikap (law of attitude) yaitu hubungan stimulus-respons yang cenderung diperkuat bila akibatnnya menyenangkan, dan sebaliknya cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Koneksi antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak dapat menguat dan melemah tergantung pada “buah” hasil perbuatan yang pernah dilakukan (Rahyubi, 2012)
- Implementasi Teori Behavioristik dalam Pembelajaran
Teori behavioristik ini jika dikaikan dengan pembelajaran yaitu bisa diimplementasikan dengan cara Inquiri (Sukmadinata, 2003). Seperti seorang guru memberikan beberapa gambar dan diperlihatkan kepada siswa, kemudian siswa akan menghubungkan gambar-gambar tersebut secara sistematis dalam benaknya. Siswa akan menemukan sebuah cerita baru yang dihasilkan dari menghubungkan gambar. Hal ini dapat mengasah otak siswa untuk berpikir menemukan sesuatu hal yang baru dari sebuah gambar
Adapun Langkah-langkah pelaksanaan teknik yaitu dengan menggunakan metode Inquiri sebagai berikut:
- Tahap Persiapan
- Persiapkan ruangan tempat belajar yang nyaman dan variatif sehingga peserta didik tidak merasa
- Tentukan tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran yang akan
- Perhatikan perbedaan individual dan kelompok 4. Persiapkan alat dan bahan yang akan digunakan yang dapat menunjang motivasi siswa untuk melaksanakan proses belajar
- Tahap Pelaksanaan
- Guru memperlihatkan gambar secara individual atau kelompok, Apabila dilakukan secara kelompok, maka buatlah menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 4-5 orang
- Selama belajar itu berlangsung perhatikan minat, keseriusan, ketekunan, keaktifan, kerja samanya dalam mengamati dan merespons gambar yang diperlihatkan, Teliti kesukaran yang dialami siswa, serta mengadakan variasi belajar sehingga timbul respons yang berbeda untuk peningkatan dan penyempurnaan kecakapan atau keterampilan berbahasa, baik keterampilan berbicara, menulis, menyimak, ataupun keterampilan
- Tahap Penilaian
Selama pembelajaran berlangsung, guru melakukan koreksi dan penilain terhadap psoses pelaksanaan pembelajaran, baik dari kerjasama, keaktifan siswa dalam melaksanakan belajar, serta hasil kerja sama siswa. Berilah reward yang berupa hadiah atau pujian bagi siswa/kelompok yang berprestasi.
Pada teori behavioristik, hal yang penting dalam belajar adalah membuat input yang berupa stimulus dan output yang berupa respons. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respons berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respons tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur, yang dapat diamati hanyalah perubahan yang ditampilkan dalam bentuk Tindakan (Sumadi, S., 2014). Dari empat hukum yang ditawarkan oleh Thorndike semuanya dapat diaplikasikan dalam proses pembelajaran dengan melibatkan siswa untuk mengkonstrusi pikirannya sebagai respons atas stimulus yang diberikan oleh pendidik.
Daftar Pustaka
Thorndike, Edward, 1911, Animal Intelligence Diterbitkan, Experimental Studies.
Rahyubi, Heri, 2012, Teori-Teori Belajar dan Aplikasi Pembelajaran Motorik, (Deskriptif dan Tinjauan Kritis), Cet-I, Bandung: Nusa Media.
Sumadi Suriyabrata, 2014, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Muhibbinsyah, 2013, Psikologi Pendidikan, (Pendekatan Baru), Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sujanto, Agus, 2009, Psikologi Umum, Jakarta: Bumi Aksara
Sukmadinata, Nana Syaodih, 2003, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.