OWN IT, LEARN IT, SHARE IT
Salah satu model pembelajaran kontemporer yang dikembangkan oleh Lee dan Hannafin 2016 yang disebut OWN IT, LEARN IT, SHARE IT ((Lee, Eunbae, Hannafin, & Michael, 2016). Kerangka konseptual dari model pembelajaran ini diambil dari tiga teori: 1) Self-determination theory; 2) Constructivism theory; 3) Constructionism theory.
Self-determination theory mengajurkan kepada guru untuk memberikan otonomi kepada siswa. Siswa diberikan kesempatan memilih dan menentukan tujuannya yang hendak di capainya sendiri, guru memberikan pilihan-pilihan.
Constructivism theory – Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa sehingga siswa dapat mengambil keputusan bermakna secara mandiri (personal meaning making). Selain itu juga guru secara bertahap melakukan perancah (scaffolding) secara bertahap, mengaitkan satu konsep yang satu dengan yang lain dan menguasai satu pengetahuan dari yang paling mudah kepada yang lebih tinggi. Guru juga perlu mendorong munculnya pemahaman-pemahaman baru.
Constructionism theory – berdasarkan teori ini penting bagi guru untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan sharing atau berbagi hal-hal yang otentik yang ditemukan dan dipelajari siswa. Guru juga memberikan kebebasan kepada siswa untuk mendesain dan mengembangkan bagaimana menyebarluaskan suatu product atau karya yang mereka lakukan dan mengemasnya dari berbagai perspektif masing-masing. Akhirnya siswa juga dapat melakukan refleksi dan pembehasan atau diskusi lebih dalam.
Berdasarkan tiga teori ini maka design assumptions yang dilakukan oleh Lee dan Hannafin model pembelajaran ini memiliki tiga sintaks: OWN IT, LEARN IT, SHARE IT. Pada tahap Own it setidaknya ada beberapa langkah: 1) Guru memfasilitasi siswa dengan menjelaskan satu konteks dari topik yang akan dibahas, guru harus menjelaskan mengapa topik ini penting dan bagaimana relevansi dengan konteks itu. 2) Setelah itu, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyusun personal goal terhadap materi yang akan dibahas. 3) Kemudian guru memberikan berbagai pilihan dan siswa dapat memilihnya. Keputusan siswa pada pilihannya akan berdampak pada Langkah selanjutnya, sehingga penting bagi siswa untuk memikirkan dengan baik pilihan-pilihannya.
Pada tahap learn it pada tahap ini guru melakukan bimbingan dan arahan yang sangat eksplisit kepada siswa dan melakukan inisiasi untuk menimbulkan keterikatan yang kuat antara siswa dengan guru. Guru harus mendukung bagaimana siswa memilih dan menyediakan tool atau sumber ajar terkait bahasan dalam variasi yang ada. Guru juga melakukan integrasi terminology yang digunakan dalam teori tertentu dan menghubungkan ide satu dengan ide yang lain, memberikan clue dan kemudian gutu melakukan monitoring terhadap perkembangan siswa.
Tapah share it, guru memberikan peluang kepada siswa untuk berdiskusi atau berdialoge antar sesame siswa, audience dan juga dapat melibatkan orang tua. Siswa mempublikasikan hasil karya/produk dan guru memberikan peluang untuk saling mereview terhadap hasil belajar yang mereka lakukan
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas Lee dan Hannafin memiliki tujuan membangun generasi yang belajar dengan cara mengkonstruk, menemukan dan belajar dengan caranya berdasarkan pilihan dan keputusannya. Siswa terlibat aktif untuk menghasilkan karyanya/produk dan melatih siswa sejak dini untuk merencanakan pembelajarannya dan mempublikasikannya kepada teman dan lingkungannya. Siswa dengan otonomi yang diberikan guru maka akan mendorong kedaulatan dan tanggung jawab pada diri siswa. Berdasarkan itu maka akan mendorong karakter siswa yang memungkinkan siswa memiliki self-determine dan govern (self regulation) yang tinggi sehingga menjadikan siswa akuntabel. Sejak dini siswa dilatih dapat mengambil keputusan, menentukan tujuan dan Tindakan. Model pembelajaran ini sangat tepat untuk mengembangkan diri dan karakter siswa.
Pada pembelajaran di era pandemic, Own it, learn it, share it dapat digunakan dengan disesuaikan dengan teknologi dan learning tools yang digunakan. Pada aktivitas belajar sikron hanya dapat dilakukan dengan tatap maya karena larangan pembelajaran tatap muka. Sebagai contoh menggunakan model ini maka pada tahap own it, selama 30 menit tatap maya, guru menyampaikan konteks dan siswa menentukan sendiri tujuan belajarnya. Pada bagian ini kata kuncinya adalah otonomi. Setelah itu masuk pada tahap learn it, adalah tahap pengasuhan. Misal own it dilakukan pada hari Selasa, maka tahap learn it, Guru memberikan arahan, petunjuk, memotivasi siswa, mendorong siswa, melakukan umpan balik dan monitoring. Kata kunci pada learn it kata kuncinya adalah scaffolding. Setelah hari selasa berikutnya adalah tahap share it dilakukan pada tatap maya. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memsharingkan dengan caranya masing-masing melalui sosial media yang dimiliki siswaa. Guru memberikan pilihan dan siswa dapat memilih sesuai dengan hal yang disukai, misalnya dengan video, ig, blog, atau fb dan lainnya. Pada bagian ini siswa lain dan bahkan orang tua untuk memberikan komen. Kemudian tatap maya dapat dilakukan Kembali untuk mendiskusikan dan memberikan feedback dari proses dan hasil share tersebut dalam pembelajaran yang interaktif dan bermakna.
References
Lee, Eunbae, Hannafin, & Michael. (2016). A Design Framework for Enhancing Engagement in Student-Cente. ERIC, 64 (Educational Technology Research & Development), 28. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.1007/s11423-015-9422-5
Hasil berbagai seminar dan PPT Dr. Uwes