Konsep Ecopedagogy bukan bentuk teknik atau metode mengajar, bukan juga sebagai pendekatan terbaik dalam Pendidikan lingkungan hidup. Namun, konsep Ecopedagogy muncul sebagai reaksi terhadap praktik Pendidikan yang selama ini berlangsung di sekolah-sekolah. Praktik Pendidikan di sekolah dewasa ini dilandasi oleh paradigma modernism yang berorientasi pada penyiapan peserta didik sebagai alat produksi untuk meningkatkan kapital dalam system ekonomi pasar. Melalui paradigma tersebut, para peserta didik hanya menjadi objek dari hegemoni ideologi besar seperti kapitalisme dan neoliberalisme.

Ecopedagogy merupakan gerakan pemikiran sebagai bagian dari pedagogi kritis (critical pedagogy) dalam Pendidikan. Ada beberapa tokoh Pendidikan seperti Jurgen Habermas dan Paulo Freire yang mengkritisi penyelenggaraan Pendidikan modern yang berangkat dari tradisi positivistik hanya menjadikan manusia sebagai media produksi untuk meningkatkan kekuasaan dalam berbagai bidang sehingga hal itu berpengaruh terhadap semakin meningkatnya eksploitasi sumber daya alam. Menurut Grigorove dan Fleuri (2012) Ecopedagogy adalah sebagai Gerakan yang berangkat dari masalah-masalah kehidupan yang nyata dan didasari oleh perspektif kehidupan (Supriatna, 2017). Gerakan tersebut sebagai reaksi terhadap paradigma modern yang menempatkan manusia sebagai pengatur bumi yang memiliki kuasa atas planet. Menurut Freire (1972) praktik Pendidikan yang berangkat dari filsafat positivistik produk modernisme telah menjadikan para peserta didik tidak hanya tercerabut dari akar budayanya melainkan juga dari lingkungan tempat mereka berada. Pendidikan modern telah menjauhkan peserta didik dari tanah air serta lingkungan sosial budaya mereka.

Secara historis Ecopedagogy pada awalnya merupakan pedagogi untuk menunjang pembangunan kesinambungan atau keberlanjutan (pedagogy for sustainable development) dan dalam Pendidikan disebut juga sebagai education for sustainable development. Di Beberapa negara eropa, Gerakan Ecopedagogy dilakukan dalam bentuk tindakan praktis dalam pembelajaran di sekolah. Ecopedagogy dapat diimplementasikan melalui mata pelajaran IPS yang dikemas dalam pembelajaran kooperatif berbentuk permainan (games) yang di dalamnya mengandung unsur kerjasama sekaligus persaingan yang berbeda dengan konsep dan persaingan (competition) model kapitalisme. Selain itu menurut Supriatna (2017) dalam konteks Ecopedagogy, kurikulum dalam pembelajaran IPS harus dikembangkan dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungan setempat, budaya sekolah dan budaya sekitar, latar belakang peserta didik dan mengangkat isu-isu lingkungan yang berkembang di daerah setempat. Ecopedagogy sebagai pegagogi kritis telah mendapat tempat dalam kurikulum sebagai sebuah tindakan praksis. Pembelajaran IPS yang berusaha untuk membangun kecerdasan ekologis peserta didik harus diarahkan untuk berpikir kritis yang dibangun dan berangkat dari persoalan dan isu-isu daerah setempat (Supriatna, 2007). Konsep sustainable serta pandangan visioner ke depan dapat dibangun melalui pembelajaran IPS yang transformative, yaitu pembelajaran yang bisa mengubah dari pembelajaran hanya mementingkan kepentingan sendiri menjadi kepentingan diri Bersama lingkungan.

Dalam pembelajaran IPS, guru dapat memasukkan sumber-sumber yang lebih kaya selain buku teks yaitu sumber belajar IPS harus dikembangkan dari lingkungan sekolah, lingkungan tempat tinggal, pengalaman sosial peserta didik dan media elektronik (Sapriya, 2009). Sebagai contoh pada materi kebudayaan, guru dapat mengangkat isu mengenai kebudayaan setempat yang meliputi tradisi daerah atau adat istiadat. Di lingkungan sekolah perkotaan, guru dapat mengangkat budaya transportasi yang ramah lingkungan seperti bersepeda, menggunakan kendaraan umum atau moda transportasi umum. Di daerah pedesaan, guru dapat mengangkat isu tentang kearifan lokal setempat yang telah diyakini dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya kearifan lokal dalam menjaga sumber mata air, hutan dan berbagai tanaman, dan lain-lain yang nampak pada peribahasa, prinsip hidup, nasihat, mitos, legenda, dongeng dan upacara adat. Beragam strategi pembelajaran IPS dapat dipilih oleh guru dengan pendekatan Ecopedagogy, Strategi tersebut harus dapat menghubungkan ruang kelas yang telah terdekonstruksi dengan lingkungan luar kelas, yang dimulai dari lingkungan terdekat menuju lingkungan yang lebih luas. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran yang menghubungkan antara ruang kelas dengan luar kelas merupakan bagian dari Ecopedagogy untuk menunjang konsep sustainability dari lingkungan yang paling dekat dengan dunia nyata peserta didik.

 

Daftar Pustaka

Freire, P. (1972). Pedagogy of the Oppressed 1968 Trans. Myra Bergman Ramos. New York: Herder.

Grigorov, S. K., & Fleuri, R. M. (2012). Ecopedagogy: Educating for A New Eco-Social Intercultural Perspective. Visão Global, 15(1-2), 433-454.

Sapriya. (2009). Pendidikan IPS. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Supriatna, Nana, dkk. (2007). Pendidikan IPS di Sekolah Dasar. Bandung: UPI Press.

Supriatna, Nana, dkk. (2017). Ecopedagogy: Membangun Kecerdasan Ekologis dalam Pembelajaran IPS. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.