oleh:

Prof. Dr. Sasmoko, M.Pd

sasmoko@binus.edu

Neuro-Research

Penelitian kualitatif itu dapat berupa penelitian grounded, dekonstruksi, hermeneutik, eksegesis, ekspositoris, analisis isis, dll. Pada intinya merupakan penelitian-penelitian dalam wilayah kajian bidang sosial, teologi, kepemimpinan, manajemen, sastra, kebudayaan, dan seni. Sementara itu, penelitian positivistik dengan metode deduktif melalui pendekatan kuantitatif, dipakai dalam wilayah kajian ilmu-ilmu alam. Bahkan sering juga diterapkan dalam bidang sosial, sosiologi, politik, antropologi, dan psikologi.

Buku ini berusaha untuk menyintesakan kedua metode tersebut yaitu metode penelitian kualitatif dengan kuantitatif (positivistik) dan menerapkannya dalam wilayah kajian Ilmu Sosial, humaniora, transformational leadership,  maupun rumpun ilmu lainnya yang terkait. Hal ini bertujuan untuk menghasilkan suatu jenis penelitian yang menggunakan kedua pendekatan atau metode tersebut (mix method). Sebagaimana rumit dan kompleksnya susunan syaraf manusia, demikian juga dengan metode ini mencoba mendalami secara kompleks suatu dependent variable dengan fenomena, serta hubungan antar berbagai jenis variabel dalam suatu paradigma penelitian. Karena kompleksnya suatu penelitian, maka metode penelitian ini kemudian diberi  nama Neuro-Research.

Neuro-Research dan Transformational Leadership

Penerapan Neuro-Research dapat diperuntukkan ke dalam kajian tranformational leadership, ilmu pendidikan maupun bidang-bidang lain dalam ranah ilmu sosial menjadi hal yang mungkin menjadi dasar dalam mengembangkan construct theoretical suatu populasi penelitian atau komunitas tertentu dalam ruang lingkup penelitian. Artinya, tugas kajian tidak hanya persoalan secara teoretis (eksploratori atau hasil eksplorasi teoretis), tetapi lebih dari itu yaitu mendalami hasil penelitian eksploratori tersebut melalui penelitian eksplanatori dan konfirmatori.

Tugas ilmu sosial dan terapan tidak hanya berakhir untuk mengungkapkan kebenaran-kebenaran yang terdapat dalam kajian teori atau berbagai hasil penelitian atau jurnal penelitian  atau melakukan kontekstualisasi kekinian. Namun, melalui Neuro-Research melangkah kepada perluasan wilayah kajian penelitian kepada upaya untuk menjelaskan dan memperdalam temuan penelitian eksploratori (eksplanasi) dan  dan meneguhkan temuan penelitian eksploratori dan eksplanatori yaitu melalui penelitian konfirmatori. Hal itu antara lain dapat diawali dari pertanyaan-pertanyaan, “bagaimana kenyataan dari sikap, tindakan, dan kehidupan seseorang yang berkaitan dengan hasil analisis teoretis dalam penelitian eksploratori?”.

Dengan demikian ini menjadi bukti bahwa ilmu-ilmu sosial dapat juga menggunakan metode ilmiah lain, selain metode induksi yang selama ini digunakan. Di sinilah Neuro-Research mencoba memposisikan diri sebagai salah satu model mix method.

Secara fungsional metode Neuro-Reserach bersifat eksploratif, eksplanatif, dan konfirmatif. Eksploratif maksudnya bahwa tugas pertama metode ini adalah melakukan eksplorasi atas setiap variabel penelitian. Eksplorasi tersebut dilakukan melalui penyelidikan teoretis secara mendalam dan bersifat historis kritis atas variabel penelitian dan kemudian menemukan makna kontekstualnya. Berdasarkan hasil temuan makna kontekstual tersebut, maka peneliti kemudian akan menemukan kesimpulan akhir yang disebut construct theoretical. Misalnya dalam bidang sastra, apa yang dimaksudkan oleh penulis teks tentang isi dari novel tersebut?. Mengapa penulis mengatakan hal tersebut atau konteksnya seperti apa? dan apa yang diinginkan penulis untuk dipahami oleh pembacanya?[1] Pengkajian terhadap isi teksnya harus dilakukan penelitian tekstual (textual criticism), yaitu untuk mendapatkan arti/makna kata sebenarnya yang dimaksudkan oleh penulis teks terebut atau juga dapat digali apa makna dibalik tulisannya.

Seandinya meneliti suatu teks, maka minimal dalam studi eksploratori itu meliputi analisis leksikal (arti kata), analisis gramatikal (tata bahasa yang berkaitan dengan struktur dan bentuk kalimat-kalimat dalam teks tersebut). Analisis gramatikal ini dapat meliputi analisis sintaksis, semantik, etimologi, dan morfologi. Adapun analisis yang biasanya dilakukan paling akhir adalah analisis latar belakang sejarah dan budaya. Hal ini berkaitan dengan konteks yang harus dilakukan dalam kerangka/latar umum (setting) geografis, sejarah, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan kejadian/peristiwa khusus tertentu dari dokumen/teks/perikop tersebut. Setelah menemukan makna teks tersebut, makna itu harus diangkat keluar secara ekspositoris, sehingga makna yang ditemukan akan sejalan dengan konteks historis saat ini, lalu kemudian dapat menurunkan aplikasi praktisnya. Makna yang telah dikeluarkan dari teks melalui penelitian eksploratori tersebut kemudian diupayakan sedemikian rupa untuk menemukan definisi konseptual ats variabel yang dikaji dan juga menemukan dimensi serta indikator. Temuan berupa definisi konseptual, dimensi dan indikator tersebut akan digunakan menjadi dasar penelitian eksplanatori (eksplanasi/penjelasan) dan juga penelitian konfirmatori (konfirmasi/peneguhan) yang bersifat kuantitatif. Sementara itu, makna teks tersebut bersifat kualitatif dalam keadaan riil melalui penelitian lapangan. Indikator-indikator ini kemudian akan dijadikan dasar acuan untuk menjalankan penelitian lapangan. Dengan demikian, diharapkan peneliti bisa mendapatkan eksplanasi dan konfirmasi kebenaran suatu variabel dengan keadaan riil di lapangan.

Pada akhirnya, model penelitian Neuro-Research ini menghasilkan suatu deskripsi ideografis, yaitu berupa pemaparan gambaran makna ide-ide dasar dan pokok kebenaran tertentu dari suatu variabel berdasarkan kajian teoretis. Makna ideal tersebut kemudian memasuki tahap eksplanatif dan konfirmatif, yang secara intrinsik, deskripsi ini menjadi bersifat normatif. Normatif karena deskripsi ini kemudian menuntut orang menjadi percaya untuk bersikap dan berperilaku sesuai dengan kebenaran yang telah diekplorasi dan dikontekstualisasikan itu. Sikap praktis ini tentu saja didasarkan atas temuan-temuan yang telah dilakukan dalam penelitian lapangan dengan menggunakan pengukuran kuantitatif yang kemudian dilaporkan hasilnya.

Luas ranah model penelitian ini bahkan dapat menjangkau persoalan praktis emansipatoris. Tindakan praktis yang memerdekakan, yaitu dengan mengubah pemahaman, sikap, perilaku, dan hidup orang sebagaimana gambaran secara teoretis. Dengan demikian, ilmu-ilmu sosial tidak lagi hanya berkutat dengan masalah-masalah masa lalu dan bersifat filosofis. Namun, mampu membantu sampai menemukan praksis emansipatoris tersebut. Secara teoretis, disinilah yang menjadi manfaat Neuro-Research dalam suatu penelitian.

Buku Bacaan

Gordon D Fee (2002). Eksegesis Perjanjian Baru. Literatur SAAT, Malang, 2011. Hlm: 1-5. Dan Hasan Sutanto. Hermeneutik: Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab. Literatur SAAT, Malang

Frederikus Fios (2013). Pengantar Filsafat Ilmu dan Logika. Jakarta: Salemba Humanika

Hans-Georg Gadamer (1976). Philosophical Hermeneutics. Translated by David Linge. Berkeley: University of California Press

Hans-George Gadamer (1982). Truth and Methods. Translated by Garrett Barden and John Cumming. New York: Crossroad

Paul Ricoeur (2005). Phenomenology and Hermeneutics. Symposium Papers to be Read at the Meeting of the Western Division of the American Philosophical Association in Chicago, Illinois, April 24-26, 1975 (Mar., 1975), 85-102. USA: Blackswell Publishing.