Oleh: Prof. Dr. Sasmoko, M.Pd.

Neuroresearch

Penelitian hermeneutik dengan metode eksegesis, ekspositoris dan dekonstruksi, dll dipergunakan dalam wilayah kajian bidang sosial, teologi, sastra, kebudayaan, dan juga seni. Sementara itu, penelitian positivistik dengan metode deduktif, yaitu pendekatan kuantitatif, dipakai dalam wilayah kajian ilmu-ilmu alam, bahkan juga sudah diterapkan dalam bidang sosial; sosiologi, politik, antropologi, dan psikologi. Buku ini berusaha untuk menyintesakan kedua metode tersebut dan menerapkannya dalam wilayah kajian Ilmu Sosial, humaniora, transformational leadership,  maupun rumpun ilmu lainnya. Hal itu bertujuan untuk menghasilkan suatu jenis penelitian yang menggunakan kedua pendekatan atau metode tersebut. Sebagaimana rumit dan kompleksnya susunan syaraf manusia, demikian juga dengan metode ini. Dengan demikian, model penelitian ini diberi nama Neuroresearch.

Neuroresearch dan Transformational Leadership

Penerapan Neuroresearch dalam kajian tranformational leadership, ilmu pendidikan maupun bidang-bidang lain dalam ranah ilmu sosial seperti teologi menjadi hal yang mendasar dan penting. Misalnya, teologi memiliki tugas kajian tidak hanya persoalan hermeneutik (eksplorasi), tetapi lebih dari itu mendalami atas eksplorasi tersebut melalui penelitian eksplanatori. Tugas Teologi juga tidak hanya berakhir untuk mengungkapkan kebenaran-kebenaran yang terdapat dalam teks-teks Alkitab dan teks-teks teologi historis dan teologi sistematis serta melakukan kontekstualisasi bagi jemaat masa kini. Namun, sudah saatnya bagi teologi untuk memperluas wilayah kajiannya kepada upaya untuk menjelaskan (eksplanasi) dan meneguhkan (konfirmasi) hasil hermeneutisnya sampai ke tataran praktis, yaitu sikap, tindakan, dan kehidupan jemaat. Hal itu dapat diawali dari pertanyaan semacam, ”Apakah sikap, tindakan, dan kehidupan orang beriman itu sesuai dengan pemaparan hasil hermeneutik tadi?” Dengan demikian Teologi dapat juga menggunakan metode ilmiah lain, selain metode induksi yang selama ini digunakannya, yaitu dalam rangka pembuktian secara empiris. Di sinilah letak peran penting Neuroresearch.

Secara fungsional metode Neuroreserach bersifat eksploratif, eksplanatif, dan konfirmatif. Eksploratif maksudnya bahwa tugas pertama metode ini adalah melakukan eksplorasi hermeneutis biblika dan teologis. Salah satunya, yaitu dengan melakukan penggalian eksegetis dan ekspositoris teologis atas teks-teks tertentu dari Alkitab.

Melalui penyelidikan historis yang mendalam atas teks tertentu dalam Alkitab diupayakan untuk mencari dan menemukan makna kontekstualnya. Apa yang dimaksudkan oleh penulis teks tersebut (isi yang dikatakan)? Mengapa penulis tersebut mengatakan hal tersebut (konteks), serta apa yang diinginkan penulis untuk dipahami oleh pembacanya?[1] Pengkajian terhadap isi teksnya harus dilakukan penelitian tekstual (textual criticism), yaitu untuk mendapatkan arti/makna kata sebenarnya yang dimaksudkan oleh penulis teks terebut.

Penelitian teks ini meliputi analisa leksikal, arti kata; analisa gramatikal, tata bahasa yang berkaitan dengan struktur dan bentuk kalimat-kalimat dalam teks tersebut. Analisa gramatikal ini meliputi sitaksis, semantik, etimologi, dan morfologi. Terakhir adalah analisa latar belakang sejarah dan budaya. Hal ini berkaitan dengan konteks yang harus dilakukan dalam kerangka/latar umum (setting) geografis, sejarah, sosial, budaya, politik dan ekonomi, dan kejadian/peristiwa khusus tertentu dari dokumen/teks/perikop tersebut. Setelah menemukan makna teks tersebut, makna itu harus diangkat keluar secara ekspositoris sehingga makna teologis yang gayuh dengan konteks historis saat ini dapat dipahami, yang kemudian dapat menurunkan aplikasi praktisnya.

Makna yang telah dikeluarkan dari teks melalui eksplorasi hermeneutis tersebut kemudian diupayakan sedemikian rupa untuk menemukan variabel. Variabel tersebut akan digunakan untuk membangun dimensi dan indikator untuk membuat eksplanasi (penjelasan) dan konfirmasi (peneguhan) yang bersifat kuantitatif atas makna teks itu. Sementara itu, makna teks tesebut bersifat kualitatif dalam keadaan real melalui penelitian lapangan. Indikator-indikator ini kemudian akan dijadikan dasar acuan untuk menjalankan penelitian lapangan. Dengan demikian, diharapkan peneliti bisa mendapatkan eksplanasi dan konfirmasi kebenaran hermeneutis tersebut dengan keadaan real dalam kehidupan manusia.

Pada akhirnya, model penelitian Neuroresearch ini menghasilkan suatu deskripsi ideografis, yaitu berupa pemaparan gambaran makna ide-ide dasar dan pokok kebenaran tertentu dalam suatu teks Alkitab. Makna ideal tersebut kemudian memasuki tahap eksplanatif dan konfirmatif, yang secara intrinsik, deskripsi ini menjadi bersifat normatif. Normatif karena deskripsi ini kemudian menuntut orang menjadi percaya untuk bersikap dan berperilaku sesuai dengan kebenaran yang telah diekplorasi dan dikontekstualisasikan itu. Sikap praktis ini tentu saja didasarkan atas temuan-temuan yang telah dilakukan dalam penelitian lapangan dengan menggunakan pengukuran kuantitatif yang kemudian dilaporkan hasilnya. Pada akhirnya, pemahaman kebenaran itu akan menjadi suatu praksis yang membebaskan semua orang beriman. Maksudnya adalah membebaskan dari kebodohan dan ketidaktahuan sehingga dapat mengubah hidup seseorang.

Luas ranah model penelitian ini bahkan dapat menjangkau persoalan praktis emansipatoris. Tindakan praktis yang memerdekakan, yaitu dengan mengubah pemahaman, sikap, perilaku, dan hidup seseorang. Dengan demikian, ilmu-ilmu sosial tidak lagi hanya berkutat dengan masalah-masalah teoretis dan filosofis yang mengawang belaka. Namun, harus menyadari bahwa panggilan ilmunya adalah untuk membantu dan menghantar manusia untuk sampai pada praksis emansipatoris. Secara teoretis, hal inilah yang menjadi manfaat Neuroresearch dalam kajian ilmi-ilmu sosial sejauh yang dapat diandaikan.

Buku Bacaan

Alvin, Marvin C. Ed., (2013), Evaluation Roots: A Wider Perspective of Theorists’ Views and Influences, (California: SAGE Publications).

Aron Arthur and Aron N. Elaine. Statistics for Psychologicy: Second Edition. New Jersey: Prentice Hall. 1999.

Bacon, Francis. Novum Organum. Cambridge: Cambridge University Press. 2000.

Beekman, Gerard. Filsafat, Para Filsuf, Berfilsafat. Jakarta: Erlangga. 1984.

Beerling. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Tiara Wacana. 1997.

Bertens, K. Filsafat Barat Abad XX. Jilid I. Jakarta: Gramedia. 1983.

Bertens, K. Filsafat Barat Abad XX. Jilid I. Jakarta: Gramedia. 1983.

Bertens, K. Panorama Filsafat Modern. Jakarta: Gramedia. 1987.

Bertens, K. Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Kanisius. 1998.

Borg R. Walter and Gall Meredith Damien. Educational Research, Fourth Edition. London: Longman. 1983

Brannen Julia. Memadu Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Diterjemahkan oleh Nuktah Arfawie Kurde. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1997

Bryman Alan. Social Resaerch Methods. New York: Oxford University Press. 2001.

Bulhof, I.N. Wilhelm Dilthey. A Hermeneutic Approach to the Study of History and Culture. The Hague: Martinus Nijhoff. 1980.

Bunge, Mario. Philosophy of Science: From Problem to Theory. New Jersey: Transaction Publishers. 2009.

Caputo, John D. Radical Hermeneutics: Repetition, Deconstruction, and the Hermeneutic Project. Bloomington: Indiana University Press. 1988.

Cassire, Ernst. Manusia dan Kebudayaan: Sebuah Esei Tentang Manusia. Jakarta: Gramedia. 1987.

Dicks, Bella, et. al. Qualitative Research and Hypermedia: Ethnography for the Digital Age. London: Sage Publications. 2005.

[1] Gordon D Fee. Eksegesis Perjanjian Baru. Literatur SAAT, Malang, 2011. Hlm: 1-5. Dan Hasan Sutanto. Hermeneutik: Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab. Literatur SAAT, Malang, 2002. Hlm: 133-143.