Oleh:

Freddy Widya Ariesta

Belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang berupa pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Perubahan ini bersifat menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil latihan atau pengalaman. Proses belajar bersifat individual dan kontekstual, artinya proses belajar terjadi dalam diri individu sesuai dengan perkembangannya dan lingkungannya. Pembelajaran pada hakekatnya adalah suatu proses interaksi antara anak dengan lingkungannnya baik antar anak dengan anak, anak dengan sumber belajar, maupun anak dengan pendidik. Kegiatan pembelajaran ini akan menjadi bermakna bagi anak jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan memberikan rasa aman bagi anak.

David Ausubel (1963) mengklasifikasikan belajar dalam dua dimensi. Pertama, menyangkut cara penyajian materi diterima oleh peserta didik. Melalui dimensi ini, peserta didik memperoleh materi/informasi melalui penerimaan dan penemuan. Maksudnya peserta didik dapat mengasimilasi informasi/materi pelajaran dengan penerimaan dan penemuan. Dimensi kedua, menyangkut cara bagaimana peserta didik dapat mengaitkan informasi atau materi pelajaran dengan struktur kognitif yang telah ada. Jika peserta didik hanya mencoba-coba menghafalkan informasi atau materi pelajaran baru tanpa menghubungkannya dengan konsep-konsep atau hal lainnya yang ada dalam struktur kognitifnya, maka terjadilah yang disebut dengan belajar hafalan. Sebaliknya, jika peserta didik menghubungkan informasi atau materi pelajaran baru dengan konsep-konsep atau hal lainnya yang telah ada dalam struktur kognitifnya, maka terjadilah yang disebut dengan belajar bermakna.

Dengan kata lain, belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami langsung apa yang dipelajarinya dengan mengaktifkan lebih banyak indera daripada hanya mendengarkan orang/guru menjelaskan materi pembelajaran. Ada banyak pendekatan atau strategi pembelajaran yang dapat digunakan guru/pendidik untuk menciptakan iklim pembelajaran di kelas yang memungkinkan terjadinya pembelajaran bermakna, antara lain sebagai berikut:

  1. Terimalah peserta didik apa adanya.
  2. Kenali dan bina peserta didik melalui penemuannya terhadap diri sendiri.
  3. Usahakan sumber belajar yang mungkin dapat diperoleh peserta didik untuk dapat memlilh dan menggunakannya.
  4. Gunakan pendekatan iquiry-discovery.
  5. Tekankan pentingnya pendekatan diri sendiri dan biarkan peserta didik mengambil tanggung jawab sendiri untuk memenuhi tujuan belajarnya

Belajar pada hakikatnya mengembangkan konstruksi pengetahuan baru sebagai hasil interaksi pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sudah ada. Menurut David Ausubel, belajar dengan menerima jauh lebih bermakna daripada belajar dengan menemukan. Dan belajar dengan membangun konstruksi pengetahuan baru lebih bermakna daripada belajar dengan hafalan. Ausubel menegaskan bahwa belajar dengan menerima konten final itu yang seharusnya lebih direkomendasikan di sekolah, tanpa harus menegaskan tentang penerapan model discovery learning. Akan tetapi, pemahaman konsep, prinsip dan ide-ide itu bisa dicapai melalui proses belajar deduktif.

Ada tiga manfaat penting dalam menerapkan pembelajaran bermakna bagi siswa, yaitu: pertama, informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat; kedua, informasi-informasi baru yang dibangun siswa akan memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi belajar berkelanjutan; dan, ketiga, informasi yang dilupakan sesudah terbangun struktur pengetahuan baru akan mempermudah proses belajar hal-hal yang mirip walaupun telah terlupakan.