Oleh:

Jimmy Sapoetra

Akhir-akhir ini kita dibuat gelisah dengan maraknya (kembali) kasus-kasus yang menyangkut kehidupan umat beragama di Indonesia. Indonesia sejak lahirnya memiliki beragam latar belakang: budaya, bahasa, suku, etnis, tradisi, dan agama. Tidaklah berlebihan jika para founding fathers kita memutuskan untuk menjadikan Pancasila sebagai falsafah dan dasar negara. Pancasila bukanlah sekedar ideologi negara yang wajib dihafal oleh seluruh siswa SD/SMP/SMA bahkan mahasiswa melainkan juga telah menjadi semacam gaya hidup (life style) yang harus merasuk ke dalam jiwa seluruh bangsa Indonesia. Pancasila adalah Anugerah Tuhan yang tidak terkira bagi bangsa yang berpenduduk keempat terbesar di dunia ini. Tidaklah juga salah ketika para pemimpin negara ini memutuskan untuk tidak menjadikan Indonesia sebagai negara agama tertentu atau sebaliknya negara sekuler. Jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia amat sangat cocok dengan Pancasila. Sebaliknya Pancasila satu-satunya prinsip berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat yang paling tepat bagi negara kita. Sila pertama dengan tegas mengatakan bahwa Indonesia memiliki dasar Ketuhanan Yang Maha Esa. Yang dimaksud dengan Ketuhanan adalah bangsa Indonesia, apapun agama dan kepercayaannya, percaya dan mengimani bahwa Tuhan itu ada dan berdaulat bagi negara ini. Sedangkan Yang Maha Esa berarti umat beragama di Indonesia sama-sama mengakui dan mengimani bahwa ada satu Tuhan yang Maha Kuasa, Maha Adil, Maha Suci, Maha Benar, dan Maha Kasih yang patut dijunjung tinggi oleh semua umatNya. Dengan demikian, konflik antar umat beragama harus segera diakhiri karena tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Pancasila. Penistaan terhadap agama apapun tidak dibenarkan di bumi kita yang tercinta ini. Intoleransi dalam bentuk apapun harus dihapus apalagi dikobarkan oleh ormas-ormas yang memakai agama sebagai alat  menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Toleransi beragama bukan pelajaran/teori dalam buku teks tetapi lebih kepada sikap dan perilaku beragama dan kepercayaan terhadap sesama umat beragama yang lainnya. Bagaimana agar toleransi umat beragama dapat terjalin dengan baik? Harus dimulai dari para pemimpin/tokoh agama yang menjadi panutan umatnya. Pemimpin agama haruslah menjadi teladan dalam sikap, perkataan, dan perbuatan. Tidaklah elok jika seorang pemimpin agama menghina, merendahkan, atau mempertanyakan ajaran/akidah agama yang lain. “Agamamu adalah agamamu, agamaku adalah agamaku” demikian bunyi salah satu ayat kitab suci. Dalam hal ini ada 2 (dua) prinsip yang harus dipegang yaitu:

  1. Prinsip Eksklusif: ajaran/doktrin/akidah tiap agama by nature bersifat eksklusif yaitu tiap agama memiliki ajaran masing-masing yang berbeda dan tidak perlu dipertentangkan atau bahkan dipertanyakan oleh agama yang lain. Diskusi tentang iman kepercayaan hanyalah boleh dilakukan di dalam lingkup umat beragama yang bersangkutan dan hendaknya tetap mengedepankan prinsip saling menghormati dan menghargai.

Contoh: diskusi antar umat Kristen tentang doktrin Kristologi (ajaran tentang Kristus) hanya dilakukan di kalangan umat Nasrani dan tidak melibatkan umat beragama yang lain. Demikian juga diskusi tentang Nabi Muhammad SAW hendaknya hanya dilakukan di kalangan umat Muslim saja.

  1. Prinsip Inklusif: selain berbicara tentang ajaran/doktrin/akidah agama, umat beragama dapat bersatu dan bekerjasama dalam hal-hal diluar konteks ajaran/doktrin/akidah misalnya: bakti sosial kemanusiaan, donor darah, relawan bencana, dll. Prinsip inklusif tidak menjadikan perbedaan agama dan kepercayaan sebagai penghalang sebaliknya agama menjadi pemersatu karena di dalam kemanusiaan kita memiliki persamaan yaitu sama-sama manusia ciptaan Tuhan yang harus saling membantu, menolong dan bekerjasama. Contoh: pada waktu bencana Tsunami terjadi di Aceh, banyak orang yang memberikan bantuannya berupa materil dan non-materil dan mereka terdiri dari latar belakang agama yang berbeda-beda.

Demikian ulasan tentang kehidupan toleransi antar umat beragama di Indonesia, negara yang sangat kita cintai dan banggakan ini. Kiranya Tuhan mengaruniakan kerukunan dan perdamaian bagi negara kita sehingga Indonesia menjadi negara yang berpenduduk mayoritas muslim terbesar di dunia yang menjunjung tinggi kehidupan toleransi dan demokrasi berdasarkan Pancasila. Apabila hal ini terwujud maka Indonesia akan menjadi contoh bagi dunia bagaimana kehidupan toleransi beragama dapat dijalankan meskipun terdapat berbagai agama dan kepercayaan. Dengan Pancasila, UUD 1945, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika hal tersebut bukanlah sebuah hal yang mustahil.