Oleh:
Freddy Widya Ariesta

Menurut Individuals with Disabilities in Education Act (2008), kesulitan belajar spesifik meliputi sebuah gangguan dalam satu atau lebih proses psikologis dasar yang meliputi pemahaman atau penggunaan bahasa lisan maupun tertulis. Menurut Rapin (dalam Koetoer, 1984) menyatakan salah satu kesulitan belajar spesifik yang mendapat perhatian adalah kesulitan membaca atau disleksia, karena kemampuan membaca merupakan dasar atau fondasi untuk memperoleh kepandaian skolastik lainnya. Disleksia terjadi karena kesulitan yang dialaminya terletak pada fungsi otak/pusat-pusat susunan saraf yang bersifat psikologis atau kejiwaan (Sidiarto, 2007).

Kesulitan belajar spesifik yang menyertai anak-anak dengan disleksia akan enggan untuk tampil berbicara di depan kelas dan selalu menghindari partisipasi dalam debat atau berbicara di depan umum (Dockrell, 2002). Performa akademis mereka akan menjadi lebih buruk, terutama ketika menyangkut mata pelajaran yang melibatkan membaca dan menulis (Czerwi ́nska, 2004). Pada usia anak secara alami mereka akan membandingkan dirinya dengan anak lain dalam capaian kemampuan akademik sebagai upaya untuk menilai kapasitas dirinya.

Persepsi diri dan tantangan yang terkait dengan situasi tertentu menentukan motivasi anak untuk bertindak, atau untuk menghindari. Sesuai dengan pendekatan sosio-kognitif, motivasi perilaku sangat bergantung pada faktor eksternal dan internal (Bandura, 2007). Self-esteem merupakan salah satu faktor utama bagaimana individu melihat dirinya atau mengenal konsep diri menjadi determinan penting dalam perilaku manusia (Afari&Lhine, 2012).

Self-esteem dapat menentukan perkembangan mental seseorang secara keseluruhan. Self-esteem yang rendah berhubungan dengan kondisi psikologis, fisik dan konsekuensi sosial yang dapat mempengaruhi kesuksesan perkembangan masa transisi anak ke usia remaja (McClure, 2010).

Selain menjadi salah satu faktor yang penting bagi keberhasilan perkembangan anak, para ahli psikologi pendidikan mulai menjelaskan keterkaitan antara Self-esteem dengan prestasi akademik. Menurut Afari, Ward, dan Lhine, (2012), Self-esteem merupakan variabel yang mempengaruhi banyak perilaku manusia. Maka Self-esteem akan sangat mungkin mempengaruhi perilaku anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik, seperti halnya anak-anak disleksia untuk mendapatkan prestasi yang baik di sekolah serta dapat membangun emosi positifnya. Hal ini sesuai pendapat Alexander-Passe (2008) bahwa Self-esteem memiliki dampak pada proses membentuk perilaku tertentu (konstruktif), membangun kepercayaan diri serta dapat memperkuat motivasi untuk mengulang perilaku tertentu.

Menurut Rusli Lutan (2003) Self-esteem yang baik atau tinggi dapat dilatih dan dikembangkan. Latihan merupakan cara terbaik untuk membina Self-esteem dengan selalu memperhatikan tiga hal yang mempengaruhi hidup yakni perilaku (tindakan), pola pikir (kepercayaan dan sikap), emosi (perasaan/mood).

Dalam konteks mengatasi siswa disleksia guru memegang peran utama dalam menumbuhkembangkan Self-esteem di kalangan siswa Sekolah Dasar. Salah satu faktor yang menjadi kompetensi penting bagi guru adalah kemampuan berkomunikasi secara efektif. Keterampilan berkomunikasi merupakan bagian penting dari keterampilan hidup. Bila guru mampu berkomunikasi dengan baik, jelas, terbuka, dan sopan, maka ia dapat menciptakan perasaan nyaman bagi seluruh siswanya terutama bagi siswa yang mengalami masalah belajar disleksia untuk meningkatkan kepercayaan diri dan interaksi sosialnya. Ada tiga unsur pokok agar dapat berkomunikasi secara efektif yaitu:

  1. Berterus terang

            Berterus terang berarti menceritakan sesuatu sesungguhnya tentang perasaan dengan cara yang baik dan berpendirian. Guru harus mampu berterus terang perihal penampilan setiap siswa dengan tidak membuat perasaan siswa menjadi “tidak enak” atau terganggu. Sampaikan penilaian yang sebenarnya sesuai dengan kemampuan dan keberhasilan yang sudah dicapai oleh siswa.

  1. Mendengar

Pendengar yang baik tidak berarti hanya memasang telinga lebar- lebar, melainkan juga memperlihatkan sikap memperhatikan lawan bicara yang dicirikan dengan reaksi fisik dan sikap yang munjukkan bahwa kita tertarik terhadap apa yang dibicarakan lawan bicara.

  1. Merasakan Perasaan Orang Lain

            Menerima perasaan orang lain merupakan bagian penting dari komunikasi efektif. Kita akan merasa nyaman dalam berkomunikasi manakaala kita dapat memahami perasaan orang lain, terampil mendengar, dan jelas dalah hal menyampaikan buah pikiran kita (Rusli Lutan, 2003:25).

Pada masa kanak-kanak pertengahan, penilaian tentang diri menjadi lebih realistis, berimbang dan komprehensif, dan lebih terekspresikan secara sadar (Harter dalam Papalia et.al, 2008). Saat ini, seorang anak memiliki kemampuan kognitif untuk membentuk sistem representasional (penilaian diri yang lebih luas, berimbang, terintegrasi). Dari pengalaman-pengalaman mereka yang berbeda, setidaknya ada 4 bentuk harga diri: kompetensi akademik, kompetensi sosial, kompetensi fisik/atletik dan penampilan fisik (Harter dalam Berk, 2012). Adapun bagan struktur harga diri siswa SD sebagai berikut.

Dari berbagai faktor penyebab disleksia atau kesulitan membaca pada anak, dorongan dan dukungan orang tua serta orang-orang terdekat sangat mendukung dan dimungkinkan mampu mengatasi kesulitan belajar yang terjadi pada penderita disleksia. Self-esteem dari orang-orang terdekat juga dibutuhkan oleh penderita disleksia untuk membangun motivasi dan kepercayaan dirinya.

Sebagai guru dan keluarga seharusnya mampu memberi motivasi supaya anak disleksia tidak merasa rendah diri dengan teman-temannya dan bahkan bisa mempunyai kemampuan lebih dari siswa yang normal. Karena anak penderita disleksia rata-rata memiliki IQ normal atau bahkan diatas rata-rata normal.

Sebagai calon guru kita sebaiknya mampu memahami setiap perkembangan karakteristik murid-muridnya, sehingga kita dapat mengetahui jika ada murid yang mengalami gejala disleksia, sehingga siswa tersebut tidak merasa didiskriminasi karena memiliki kekurangan dalam menerima materi pelajaran.