Oleh:

Meilani Hartono

Sangat jarang ada dua guru ataupun sarjana pendidikan yang memiliki definisi/pengertian yang sama tentang pendidikan multikultur. Seperti pada dialog tentang pendidikan, masing-masing individu cenderung membentuk konsepnya sendiri dan menyesuaiakan dengan fokus tertentu. Beberapa orang membahas pendidikan multikultur sebagai sebuah pergeseran dalam kurikulum. Beberapa orang yang lain membicarakan tentang masalah iklim kelas atau gaya mengajar untuk kelompok-kelompok tertentu walaupun di lain pihak merupakan rintangan. Beberapa orang yang lain lagi memfokuskan pada masalah institusional dan sistemik seperti standarisasi test atau ketidaksesuaian pembiayaan. Beberapa orang membahas lebih jauh, yaitu menekankan pada perubahan pendidikan sebagai bagian dari transformasi masyarakat yang lebih luas, yang akan ditelusuri dan dikritisi lebih dekat, tentang dasar-dasar penindasan masyarakat dan bagaimana pendidikan membantu mempertahankan status quo – dasar-dasar tersebut seperti supremasi orang kulit putih, kapitalisme, situasi sosial ekonomi global dan eksploitasi.

Pendidikan multikultur adalah suatu pendekatan progresif untuk mengubah pendidikan yang secara menyeluruh mengkritisi dan menunjukkan kekurangan, kegagalan, dan praktek diskriminasi dalam pendidikan. Hal ini didasarkan pada cita-cita tentang keadilan sosial, persamaan pendidikan, dan dedikasi untuk menfasilitasi pengalaman-pengalaman pendidikan dimana setiap siswa dapat meraih potensinya sebagai pelajar dan sebagai makhluk yang aktif dan sadar secara sosial dalam tingkat lokal, nasional, dan global. Pendidikan multikultur menyatakan/mengakui bahwa sekolah adalah hal yang penting untuk meletakkan dasar untuk perubahan masyarakat dan menghilangkan tekanan dan ketidakadilan. Tujuan utama dari pendidikan multikultur adalah untuk mempengaruhi perubahan sosial. Jalan untuk mencapai tujuan tersebut dengan menggabungkan tiga perubahan: perubahan diri sendiri, perubahan sekolah dan pendidikan yang diterima, dan perubahan masyarakat.

Setiap anak datang ke sekolah dengan identitas etnik (suku bangsa), baik secara sadar ataupun tidak. Guru harus mengenali dan memahami identifikasi tersebut. Hal ini harus menjadi dasar dalam kegiatan pembelajaran dalam kelas. Poinnya adalah untuk mengakui perbedaan, bukan mengacuhkan mereka. Sama pentingnya ketika siswa mengenali dan menghargai kesukubangsaan mereka dan belajar menghargai orang lain dalam kelas. Pengenalan pada masing-masing identitas etnik merupakan poin awal, hal ini merupakan penghubung antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa yang lain. Identifikasi etnik sebagai poin lanjutan yang berfokus pada keseluruhan proses pendidikan merupakan dasar untuk mengembangkan level identifikasi selanjutnya yaitu identifikasi nasional. Identifikasi nasional pada setiap individu membutuhkan pemahman dan komitmen pada cita-cita demokratis seperti martabat manusia, keadilan dan persamaan hak. Disini fokusnya adalah menjadi anggota yang efektif dalam masyarakat demokratis. Identifikasi nasional yang kuat pada setiap individu merupakan hal yang pokok pada pengembangan identitas global.

Karena masyarakat kita menjadi semakin tergantung pada masyarakat lain, sangatlah penting bahwa sekolah harus menunjukkan masalah-masalah di dunia secara menyeluruh. Pengembangan identifikasi global memberikan kesempatan kepada siswa untukmelihat bagaimana sebagai negara kita dapat menyesuaikan dengan masyarakat dunia. Hal ini membuat siswa lebih memahami bahwa tindakan suatu negara tidak boleh hanya dilihat dalam hal imlikasi/maksud untuk negara tersebut, melainkan apa pengaruhnya pada seluruh dunia. Anak-anak yang telah mengembangkan identitas etnik dan nasional yang kuat harus mempunyai sudut pandang untuk mengembangkan identifikasi global yang pada gilirannya akan menjadikan mereka warga negara yang lebih baik sebagai bagian dari komunitas dunia.

Sangatlah penting untuk menyadari bahwa identifikasi yang dibahas di atas merupakan sebuah susunan hirarki. Kurikulum dan pembelajaran harus dimajukan dengan pengenalan identitas etnik terlebih dahulu, kemudian identitas nasional, dan terakhir identitas global. Pengembangan identitas yang selanjutnya bergantung pada pengembangan yang sebelumnya. Sama pentingnya bahwa identitas individu bukanlah statis tetapi berkembang secara terus menerus dan sangatlah penting bagi kurikulum untuk menekankan pada tiga macam identitas (identitas etnik, identitas nasional, dan identitas global) sebagai kemajuan pembelajaran.

            Multikulturalisme adalah sebuah ideologi dan sebuah alat untuk meningkatkan derajat manusia dan kemanusiaannya. Mengingat pentingnya pemahaman mengenai multikulturalisme dalam pembangunan kehidupan berbangsa dan bernegara terutama bagi negara-negara yang mempunyai aneka ragam budaya masyarakat seperti Indonesia, maka pendidikan multikulturalisme ini perlu dikembangkan. Melalui pendidikan multikultural diharapkan akan dicapai suatu kehidupan masyarakat yang damai, harmonis, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar.

            Indonesia sebagai suatu negara yang berdiri di atas keanekaragaman kebudayaan meniscayakan pentingnya multikulturalisme dalam pembangunan bangsa. Dengan multikulturalisme ini maka prinsip ”bhinneka tunggal ika” akan menjadi terwujud. Pendidikan multikultur merupakan upaya konkrit untuk mewujudkan pemahaman multikulturalisme. Diharapkan pendidikan multikultur akan dapat mengantarkan bangsa Indonesia mencapai keadilan, kemakmuran, dan kesejahteraan masyarakat.

            Pendidikan multikultural bukan hanya menjadi tanggung jawab sekolah-sekolah atau lembaga-lembaga pendidikan formal saja, akan tetapi menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, keluarga, dan institusi-institusi lainnya. Pendidikan multikultural adalah suatu pendekatan progresif untuk melakukan transformasi pendidikan yang secara menyeluruh membongkar kekurangan, kegagalan dan praktik-praktik diskriminatif dalam proses pendidikan.
Pendidikan multikultural didasarkan pada gagasan keadilan sosial dan persamaan hak dalam pendidikan. Pendidikan multikultural seyogyanya memfasilitasi proses belajar mengajar yang mengubah perspektif monokultural yang esensial, penuh prasangka dan diskriminatif ke perspektif multikulturalis yang menghargai keragaman dan perbedaan, toleran dan sikap terbuka. Perubahan paradigma semacam ini menuntut transformasi yang tidak terbatas pada dimensi kognitif belaka.

            Di Indonesia, pendidikan multikultural relatif baru dikenal sebagai suatu pendekatan yang dianggap lebih sesuai bagi masyarakat Indonesia yang heterogen, terlebih pada masa otonomi dan desentralisasi yang baru dilakukan. Pendidikan multikultural yang dikembangkan di Indonesia sejalan pengembangan demokrasi yang dijalankan sebagai counter terhadap kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah. Apabila hal itu dilaksanakan dengan tidak berhati-hati justru akan menjerumuskan kita ke dalam perpecahan dalam mencapai tujuan bangsa yang terkandung dalam nasional

Dunia pendidikan tidak boleh terasing dari perbincangan realitas multikultural tersebut. Bila tidak disadari, maka dunia pendidikan turut mempunyai andil dalam menciptakan ketegangan-ketegangan sosial. Oleh karena itu, di tengah maraknya pergantian kurikulum, harus menyelinap dalam rasionalitas  bahwa pendidikan bukan hanya sekedar mengajarkan “ini” dan “itu”, tetapi juga mendidik anak bangsa menjadi manusia berkebudayaan dan berperadaban. Dengan demikian, tidak saatnya lagi pendidikan mengabaikan realitas kebudayaan yang beragam tersebut