Oleh: Freddy Widya Ariesta

 

A. Tujuan Pembelajaran IPS

Pembelajaran IPS selalu berkenaan dengan kehidupan manusia yang melibatkan segala macam tingkah laku dan kebutuhannya. IPS menelaah tentang manusia dan dunianya, bagaimana manusia hidup bersama sesamanya di lingkungan, bagaimana mereka beradaptasi dengan gejala yang ada di lingkungannya, serta bagaimana mereka bergerak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tujuan pendidikan IPS menurut Sumaatmadja (dalam Hidayati, 2008:124) adalah “membina anak didik menjadi warga negara yang baik, yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kepedulian sosial yang berguna bagi dirinya serta bagi masyarakat dan Negara”.

Implementasi pembelajaran IPS di sekolah dasar tidak hanya diarahkan pada pengembangan kompetensi yang berkaitan dengan aspek intelektual saja, namun keterampilan sosial menjadi salah satu faktor yang dikembangkan sebagai kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa dalam pembelajaran IPS. Keterampilan mencari, memilih, mengolah dan menggunakan informasi untuk memberdayakan diri serta keterampilan bekerjasama dengan kelompok yang majemuk nampaknya merupakan aspek yang sangat penting dimiliki oleh peserta didik yang kelak akan menjadi warga negara dewasa dan berpartisipasi aktif di era global (Mulyasa, 2001:7).

B. Kendala Pembelajaran IPS

Berdasarkan temuan penelitian Kartono, ST. (2014) rendahnya hasil belajar IPS di Sekolah Dasar disebabkan oleh beberapa hal yaitu: (1) rendahnya budaya baca bagi siswa SD, (2) ketertarikan siswa terhadap mata pelajaran IPS rendah karena materi pembelajaran yang terlalu banyak dan luas, (3) materi IPS kurang menarik karena siswa beranggapan manfaatnya tidak begitu nyata dan cenderung bersifat abstrak, (4) guru kurang kreatif dalam menyajikan dan mengajarkan materi pembelajaran IPS, (5) kondisi lingkungan dan media pembelajaran yang kurang mendukung. Menurut temuan di atas dapat disimpulkan bahwa guru kurang kreatif dalam merancang dan menyajikan media pembelajaran IPS yang dapat menstimulus siswa untuk aktif dalam pembelajaran, sehingga ketertarikan siswa terhadap mata pelajaran IPS kurang. Kendala-kendala dalam penyelenggaraan pembelajaran IPS tersebut, membawa pengaruh pada menurunnya kualitas pembelajaran. Kondisi semacam ini tidaklah sesuai dengan keinginan untuk menciptakan pembelajaran yang bermakna karena guru belum mengembangkan media yang mampu memotivasi siswa untuk belajar.

C. Peran Media Pembelajaran Komik

Media pembelajaran merupakan segala sesuatu yang dapat menyampaikan atau menyalurkan pesan dari sumber ke penerima secara terencana, sehingga terjadi lingkungan belajar yang kondusif dimana penerima dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif (Azhar Arsyad, 2005:8). Media sangatlah penting di dalam sebuah pembelajaran guna membantu guru dalam menyampaikan informasi kepada siswanya agar lebih mudah dipahami.

Tahap perkembangan anak menurut Piaget, siswa Sekolah Dasar berada pada tahap operasional konkret (usia 7 hingga 12 tahun). Anak-anak pada tahap ini mengalami kesulitan dengan pemikiran abstrak dan berpikir praktis (Slavin, 2008:51). Untuk itu diperlukan media pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa sekolah dasar, yang bercirikan pada visualisasi materi dengan ilustrasi model atau gambar, menambah kejelasan konsep-konsep IPS dan dapat menarik minat siswa untuk belajar. Salah satu media pembelajaran yang tepat yang disertai dengan ilustrasi, model atau gambar adalah media komik. Media komik dapat diartikan sebagai media pembelajaran yang dikemas dalam bentuk cerita bergambar yang dapat menambah kejelasan konsep-konsep dan dapat mengkonstruksi pengetahuan pada siswa (Prastowo, 2012:3).

Komik merupakan suatu bentuk bacaan di mana peserta didik diharap mau membaca tanpa perasaan terpaksa/harus dibujuk (Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, 2005:68). Kelebihan dari bacaan yang berbentuk komik ini telah banyak dimanfaatkan oleh negara-negara maju sebagai alat untuk meningkatkan minat baca anak pada buku-buku pelajaran. Salah satu negara yang telah memanfaatkan komik sebagai salah satu pendukung keberhasilan pendidikannya adalah Jepang (Romi Satria, 2008). Di negara ini, komik bukan merupakan benda asing yang digunakan sebagai media dalam pembelajaran. Bahkan, beberapa buku sekolah di Jepang diterbitkan dalam bentuk komik. Kenyataannya, komik menjadi media pembelajaran yang sangat efektif dan sangat diminati siswa dengan gambar dan cara bertuturnya yang lugas.

Levi dan Lentz (dalam Azhar Arsyad, 2005:16) mengemukakan terdapat empat fungsi media pembelajaran khususnya komik sebagai media visual, sebagai berikut

  1. Fungsi atensi, media visual merupakan inti yaitu menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi pada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran IPS
  2. Fungsi afektif media visual terlihatdari tingkat kenikmatan siswa ketika belajar atau membaca teks yang bergambar. Gambar atau lambang visual dapat menggugah emosi dan sikap siswa, misalnya informasi mengenai masalah sosial atau masalah perkembangan teknologi dalam kehidupan sehari-hari
  3. Fungsi kognitif media visual terlihat dari temuan-temuan penelitian yang mengungkapkan bahwa lambang visual atau gambar memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar.
  4. Fungsi kompensatoris media pembelajaran yang terlihat dari hasil penelitian bahwa media visual yang memberikan konteks untuk memahami teks membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatnya kembali.

Oleh karena proses pembelajaran merupakan proses komunikasi timbal balik dan berlangsung dalam suatu sistem pembelajaran, maka media pembelajaran menempati posisi yang cukup penting sebagai salah satu komponen sistem pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, media memiliki fungsi sebagai pembawa informasi dari sumber belajar menuju penerima (siswa) dan mengolah informasi guna mencapai tujuan pembelajaran. Siswa usia pendidikan dasar sampai menengah memiliki kecenderungan lebih menyukai buku bacaan bergambar (komik) dibandingkan dengan buku teks atau buku pelajaran yang lain. Sifat komik yang menimbulkan kesenangan dan mudah dipahami menjadikannya mudah diterima oleh sebagian besar siswa tersebut.