Oleh:

Ferry Doringin

Beberapa waktu lalu, saya ditegur oleh beberapa kolega karena mengembalikan kertas ujian siswa. Terlepas dari aturan yang harus saya ikuti, sikap itu, sebenarnya merupakan kesetiaan saya pada prinsip pendidikan bahwa menilai itu bukan sekedar skor tetapi membangun akuntabilitas. Artinya, bukan sekedar angka demi angka, tetapi bagaimana asesmen membuat siswa/mahasiswa mendapat feedback positif dan juga belajar tentang akuntabilitas dalam proses penilaian itu.
Tulisan ini merupakan refleksi dari artikel Rick Wormeli berjudul  Accountability: Teaching Through Assessment And Feedback, Not Grading yang diterbitkan di American Secondary Education, 34(3) tahun 2006. Dengan menarik, Wormeli menegaskan praktek umum dari guru ketika membantu siswa menguasai materi secara efektif. Baginya, disiplin dalam memberi penilaian tidak membantu banyak. Ubahlah itu dengan feedback yang mendorong siswa belajar akuntabilitas dalam hidup mereka.
 
Akuntabilitas
Penulis artikel ini mendefinisikan akuntabilitas sebagai sikap terbuka untuk memberi perhatian demi sukses dari orang yang bekerja dengan kita. Seseorang mengupayakan sukses bagi orang lain, mengupayakan orang lain menerapkan nilai-nilai yang baik. Dengan mengupayakan kebaikan bagi orang lain, seseorang menjalani hidup bermaknsa secara konsisten.
Lebih jauh lagi, penulis artikel menyatakan bahwa akuntabilitas membuat diri kita berarti kepada orang lain, membantu orang lain menemukan nilai, dan juga menarik orang lain kepada nilai-nilai baik kita ketika terjadi interaksi itu. Penulis artikel menegaskan bahwa akuntabilitas seolah-olah mengatakan bahwa saya ada di sini dan siap membantumu, untuk membuatmu bertumbuh, untuk melakukan sikap etis bersama-sama denganmu.
Dalam lembaga pendidikan, akuntabilitas mengacu pada upaya guru agar siswa menguasai materi secara. Upaya itu bukan jalan satu arah melainkan bekerja bersama dan siswa menjadi pusat pembelajaran. Dengan sistem ini, focus guru adalah bagaimana melakukan yang terbaik untuk siswa, membantu siswa berprestasi optimal. Hal terbaik itu, terkait dengan upaya mendorong siswa bekerja keras, bersikap baik, dan maksimal dalam belajar.
 
 
Kekuatan skor
Memberi nilai adalah cara untuk membantu siswa memperoleh pengetahuan. Beberapa guru berpikir bahwa itulah cara paling efektif dalam membantu siswa. Ketika berbicara nilai, maka siswa akan tunduk. Itulah lambang otoritas guru. Dengan otoritas itu juga, guru bisa memberikan aturan-aturan lain, termasuk memberi nilai 0 untuk kondisi tertentu, menolak memberi nilai ketika siswa terlambat memasukkan pekerjaan dan tidak memberi kesempatan kedua kepada siswa yang memiliki nilai kurang. Dengan itu, siswa akan mengubah sikap dan praktek jelek mereka dalam belajar dan ujian.
Namun, artikel ini menyebutkan bahwa seringkali guru merespon secara seragam tanpa melihat kondisi siswa. Buktinya, banyak sekali system penilaian tidak menggambarkan potret siswa yang sebenarnya. Dengan potret yang keliru, respon kita bisa keliru dan hal itu memberi efek yang sangat jelek untuk perilaku siswa.
 
 Asesmen dengan feedback
Wormeli menyatakan bahwa asesmen dengan feedback, sangat efektif dalam mengajarkan akutabilitas kepada siswa. Caranya adalah dengan menjadi model akuntabilitas dan mendiskusikan itu sesering mungkin kepada siswa, melatih sikap akuntabel di antara siswa, dan mengembangkan sikap etik. Sebagai ganti memarahi siswa, guru mendorong terjadinya diskusi yang mencerahkan dan sikap terbuka terhadap sejumlah masalah kehidupan. Dalam interaksi itulah, akuntabilitas siswa bertumbuh.
 
Langkah-langkah praktis
Artikel ini juga menyebutkan sejumlah langkah praktis dalam asesmen dengan feedback. Hal itu tertuang dalam poin-poin berikut:
  1. Perbanyak diskusi mengenai figur orang baik yang bisa menjadi cermin siswa. Dengan figur-figur itu, siswa memiliki cermin mengenai apa yang seharusnya dibuat (ideal) dan sudah sejauh mana mereka sudah melakukan ideal itu. Bantu siswa untuk membandingkan dan melihat kontras yang ada.
  2. Lakukan formatif asesmen dengan teratur dan terencana. Belajar kaya makna diperoleh dari feedback yang spesifik, tepat waktu dan kontinyu selama pembelajaran, bukan sesudah pembelajaran. Ubahlah strategi pembelajaran dengan memberikan banyak energy dan waktu dalam mendesain formatif asesmen daripada sumatif asesmen.
  3. Tampilkan pekerjaan siswa yang dihasilkan dari sikap akuntabel. Hasil kerja mereka menggambarkan disiplin diri dan integritas.
  4. Sekali-sekali, buatlah video mengenai cara siswa belajar dalam kelas dan dalam kelompok kecil. Ajak mereka melihat bagaimana mereka belajar dan analisalah itu.
  5. Minta mereka membuat catatan perkembangan kerja mereka dan analisalah itu.
  6. Guru sendiri harus pertama-tama menjadi model akuntability. Jangan melanggar aturan: datang tepat waktu, jangan suka jalan pintas, jangan menggunakan program tidak berlisensi, jangan makan sembarang.
  7. Diskusikan dengan kolega dan pimpinan mengenai cara baru dalam menilai siswa. Bagaimana caranya memberi feedback dalam bahasa yang bersahabat.
  8. Undanglah siswa-siswa tertentu, misalnya dari kelas lain, yang bisa bercerita mengenai keuntungan dari sikap akuntabel dan pengalaman buruk karena tidak melakukan itu.
  9. Hindari sikap mengumpulkan kesalahan siswa. Seorang siswa bertumbuh dari waktu ke waktu, bukan dari kesalahan demi kesalahan. Bantu mengkonsep keberhasilan siswa dan bukan mendokumentasikan kegagalan mereka. Bangun budaya positif dalam kelasmu dan itu merupakan langkah besar menuju akuntabilitas personal siswa.
  10. Ajak siswa menganalisa sikap orang-orang tertentu, termasuk tokoh nasional, dan belajarlah dari mereka.
  11. Berikan penghargaan tertentu kepada siswa yang bersikap akuntabel untuk mendorong mereka melangkah lebih jauh dalam karakter dan dalam penguasaan materi.*