Oleh:

Prof. Sasmoko

Pada dasarnya jiwa manusia dibedakan menjadi dua aspek, yakni aspek kemampuan (ability) dan aspek kepribadian (personality). Aspek kemampuan meliputi prestasi belajar; intelegensia; dan bakat, sedangkan aspek kepribadian meliputi watak; sifat; penyesuaian diri; minat; emosi; sikap; dan motivasi. Gagasan tersebut memberikan gambaran tentang kesan tentang apa yang dipikirkan, dirasakan, dan diperbuat; yang  terungkap melalui perilaku. Berikut ini merupakan gambaran umum arti kepribadian ditinjau dari berbagai aspek.

Ilmu tentang kepribadian sangat luas, yang pada perkembangannya, ranting tentang teori ini sudah sangat maju untuk dapat mengenal lebih dalam tentang kepribaian manusia. Namun meskipun hanya membatasi sebagian dari pengetahuan itu, membicarakan  kepribadian merupakan suatu hal yang menarik.

Kepribadian sangat perlu diketahui dan dipelajari karena kepribadian sangat berkaitan erat dengan pola penerimaan lingkungan sosial terhadap seseorang. Orang yang memiliki kepribadian sesuai dengan pola yang dianut oleh masyarakat di lingkungannya, akan mengalami penerimaan yang baik, tetapi sebaliknya jika kepribadian seseorang tidak sesuai, apalagi bertentangan dengan pola yang dianut lingkungannya, maka akan terjadi penolakan dari masyarakat.

Jika terdapat kesesuaian antara kepribadian yang dimiliki dengan lingkungan sosial, maka akan terjadi keseimbangan di antara keduanya, sebaliknya jika terjadi ketidaksesuaian di antara keduanya, maka akan timbul akibat, yaitu orang tersebut akan mencari lingkungan sosial yang sesuai atau akan mengadakan penyesuaian terhadap lingkungan sosialnya. Pertanyaan yang timbul adalah apakah kepribadian itu bisa berubah dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi kepribadian seseorang, dan apakah lingkungan yang membentuk kepribadian seseorang ataukah kepribadian yang menyesuaikan dengan lingkungan. Berikut ini akan dijelaskan berbagai uraian yang akan memberikan jawaban terhadap pertanyaan tersebut di atas. Namun untuk menjelaskan hal tersebut, perlu dibahas terlebih dahulu tentang kepribadian secara umum.

Personality atau kepribadian berasal dari kata persona yang berarti topeng yakni alat untuk menyembunyikan identitas diri. Bagi bangsa Romawi persona berarti “bagaimana seseorang tampak pada orang lain”, jadi bukan diri yang sebenarnya. Sedangkan pribadi yang merupakan terjemahan dari bahasa Inggris person, atau persona dalam bahasa latin yang berarti manusia sebagai perseorangan, diri manusia atau diri orang sendiri. Sumber lain melihat, pribadi (persona, personeidad) adalah akar struktural dari kepribadian, sedang kepribadian (personality, personalidad) adalah pola perilaku seseorang di dalam dunia. Secara filosofis dapat dikatakan bahwa pribadi adalah “aku yang sejati” dan kepribadian  merupakan “penampakan sang aku” dalam bentuk perilaku tertentu. Di sini muncul gagasan umum bahwa kepribadian adalah kesan yang diberikan kepada seseorang kepada orang lain yang diperoleh dari apa yang dipikir, dirasakan, dan diperbuat yang terungkap melalui perilaku.

Banyak definisi tentang kepribadian, tatapi uraian paling lengkap adalah yang dikemukakan oleh G.W. Allport  dalam buku Child Development karangan Elizabeth Hurlock. Dikatakan bahwa, kepribadian adalah organisasi (susunan) dinamis dari sistem-sistem psikofisik dalam diri individu yang menentukan penyesuaiannya yang unik terhadap lingkungan.[1] Sejalan dengan pengertian yang dikemukakan di atas, Bruce Perry, seorang peneliti dari Baylor College of Medicine AS menemukan bukti bahwa perilaku buruk juga disebabkan oleh perubahan struktur dan kerja pada otak. Sedang. Sumarmo Markam berkesimpulan bahwa kepribadian tersebut dapat dilihat dari perilaku seseorang yang dibentuk melalui Amigdala, yaitu bagian dalam sistim limbik pada otak manusia yang berfungsi sebagai pusat perasaan.

Sebagai organisasi yang dinamis artinya kepribadian itu dapat berubah-rubah dan antar berbagai komponen kepribadian tersebut (sistem psikofisik seperti kebiasaan, sikap, nilai, keyakinan, emosi, perasaan dan motif) memiliki hubungan yang erat. Hubungan-hubungan tersebut terorganisir sedemikian rupa secara bersama-sama mempengaruhi pola perilaku dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Di lain pihak, Freud menyebutnya sebagai struktur yang memiliki tiga sistem yakni, id, ego dan super ego, di mana ego merupakan badan eksekutif kepribadian yang menetapkan tindakan apa yang tepat, impuls id manayang dipuaskan dan bagaimana caranya, dan ego menjadi penengah antara id dan super ego yang menginginkan kesempurnaan bersih terhadap realitas lingkungan dan tuntutan norma. Fieldman mengambarkan sebagai perilaku yang stabil dari manusia yang ditunjukan pada sikap yang uniform dan merupakan kelanjutan pengalaman masa lalu. Chambers, menyatakan bahwa kepribadian adalah hal yang aneh yang tidak bisa diperhitungkan jika berbicara tentang diri sendiri akan kelihatan berbeda dengan setiap orang.

Meskipun secara eksplisit Literatur tidak merumuskan apa yang disebut dengan kepribadian, namun ia mengutip pendapat David Lykken bahwa kepribadian sebagai suatu perangai dan langkah serta semua kekhasan yang membuat orang berbeda dari orang lain dalam hal kemungkinan hubungan dengan genetik tertentu dalam diri manusia. Dengan demikian, kita dapat melihat bahwa kepribadian memiliki arti yang sangat khas dan kompleks, karena mengacu kepada suatu proses yang dapat dilakukan manusia sejak kecil hingga dewasa. Dalam uraian di atas ditunjukkan dengan “kelanjutan masa lalu”.

Kepribadian manusia merupakan gabungan dari berbagai sifat dan konsep diri orang. Jika dikaji lebih dalam sebenarnya proses ini sudah berjalan dengan memberi pengalaman dan mewarnai perkembangan kepribadian seseorang. Jadi secara umum, dapat dikatakan bahwa kepribadian merupakan suatu proses dinamis di dalam diri, yang terus menerus dilakukan terhadap sistem psikofisik (fisik dan mental), sehinga terbentuk pola penyesuaian diri yang unik atau khas pada setiap orang terhadap lingkungan.

[1] Elizabeth Hurlock, Child Development, (Singapore: McGraw-Hill, 1978)